أَنْوَاع الحكم
وَالْأَحْكَام سَبْعَة الْوَاجِب وَالْمَنْدُوب والمباح والمحظور وَالْمَكْرُوه وَالصَّحِيح وَالْبَاطِل
فَالْوَاجِب مَا يُثَاب على فعله ويعاقب على تَركه
وَالْمَنْدُوب مَا يُثَاب على فعله وَلَا يُعَاقب على تَركه
والمباح مَا لَا يُثَاب على فعله وَلَا يُعَاقب على تَركه
والمحظور مَا يُثَاب على تَركه ويعاقب على فعله
وَالْمَكْرُوه مَا يُثَاب على تَركه وَلَا يُعَاقب على فعله
وَالصَّحِيح مَا يتَعَلَّق بِهِ النّفُوذ ويعتد بِهِ
وَالْبَاطِل مَا لَا يتَعَلَّق بِهِ النّفُوذ وَلَا يعْتد بِهِ
Terjemahan
Hukum terbagi menjadi 7 macam, yaitu : wajib, mandub, mubah, mahdzur, makruh, shohih dan bathil.
1.Wajib adalah : Suatu perkara yang apabila dikerjakan akan mendapatkan pahala, dan akan diberikan siksa apabila ditinggalkan.
2.Mandub adalah : Suatu perkara yang apabila dikerjakan akan mendapatkan pahala dan tidak akan mendapatkan siksa apabila ditinggalkan.
3.Mubah adalah : Suatu perkara yang apabila dikerjakan atau ditinggalkan sama – sama tidak akan mendapatkan pahala dan juga tidak mendapatkan siksa.
4.Mahdhur adalah : Suatu perkara yang apabila ditinggalkan mendapat pahala dan apabila dikerjakan mendapatkan siksa.
5. Makruh adalah : Suatu perkara yang apabila ditinggalkan akan mendapatkan pahala dan apabila dikerjakan tidak akan mendapatkan siksa.
6. Shohih adalah : Suatu ketentuan yang berkaitan dengan terlaksana dan dianggapnya suatu pekerjaan.
7. Bathil adalah : Suatu ketentuan yang berkaitan dengan tidak terlaksana dan tidak dianggapnya suatu pekerjaan.
Penjelasan
1. Hukum syari’at terbagi menjadi 2 macam, yaitu hukum taklifi dan hukum wadh’i.
2. Hukum taklifi adalah hukum – hukum yang berkaitan dengan perintah untuk mengerjakan sesuatu, meninggalkannya atau memilih antara meninggalkan atau mengerjakannya bagi orang yang sudah mukallaf (orang yang sudah baligh dan berakal). Hukum taklifi ada 5, yaitu; wajib, sunat, mubah, harom dan makruh.
3. Hukum wadh’i adalah hukum – hukum yang digunakan untuk menetapkan sesuatu sebagai sebab, syarat atau penghalang dari sesuatu. Hukum wadh’i juga mencakup azimah, rukhshoh, ada’, qodho’, sah (shohih) dan batal (bathil).
4. Istilah yang lain untuk hukum wajib adalah “fardhu”. Contoh dari hukum wajib seperti puasa pada bulan romadhon. Diantara dalil dari kewajiban puasa adalah firman Alloh :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
“Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa” (Q.S. Al-Baqoroh : 183)
5. Istilah lain untuk hukum mandub adalah “sunah”, “mustahab” dan “nafl”. Contoh dari hukum sunah seperti sholat tahajud. Diantara dalil kewajibannya adalah firman Alloh :
وَمِنَ اللَّيْلِ فَتَهَجَّدْ بِهِ نَافِلَةً لَكَ عَسَى أَنْ يَبْعَثَكَ رَبُّكَ مَقَامًا مَحْمُودًا
“Dan pada sebahagian malam hari bersembahyang tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu; Mudah-mudahan Tuhan-mu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji.” (Q.S. Al-Isro’ : 79)
6. Istilah lain untuk hukum mubah adalah “jawaz”. Contoh dari hukum mubah adalah makan dan minum, tentu saja selain bagi orang yang sedang berpuasa semisal. Alloh berfirman :
كُلُوا وَاشْرَبُوا مِنْ رِزْقِ اللَّهِ
“Makan dan minumlah kalian dari rejeki yang diberikan Alloh” (Q.S. Al-Baqoroh : 60)
7. Istilah lain untuk hukum mahdhur adalah “harom”. Contoh dari hukum harom adalah memakan bangkai, darah dan daging babi, sebagaimana dijelaskan dalam firman Alloh :
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنْزِيرِ
“Diharamkan bagi kalian; bangkai, darah dan daging babi” (Q.S. Al-Ma’idah : 3)
8. Contoh dari hukum makruh adalah puasa sunat pada hari jum’at, apabila sebelum atau sesudah hari jum’at tidak berpuasa, berdasarkan sabda Rosululloh shollallohu ‘alaihi wasallam;
لَا يَصُمْ أَحَدُكُمْ يَوْمَ الْجُمُعَةِ، إِلَّا أَنْ يَصُومَ قَبْلَهُ، أَوْ يَصُومَ بَعْدَهُ
“Janganlah salah seorang diantara kalian puasa pada hari jum’at, kecuali jika sebelum atau sesudahnya berpuasa” (Shohih bukhori, no.1884 dan Shohih Muslim, no.1144)
9. Suatu ibadah atau akad dihukumi sah apabila memenuhi ketentuan – ketentuan yang telah ditetapkan oleh syari’at. Contohnya seperti sholat yang dilakukan dengan memenuhi syarat – syarat sholat, seperti menutup aurot, sucinya badan, pakaian dan tempat, dan lain – lain dan juga dilakukan dengan mengerjakan semua rukun – rukunnya dengan benar, jika semua ketentuan itu telah dikerjakan, mka sholat tersebut dihukumi sah.
10. Suatu ibadah atau akad dihukumi batal apabila ketentuan – ketentuan yang telah ditetapkan oleh syari’at belum terpenuhi. Contohnya seperti sholat yang dikerjakan sebelum masuknya waktu sholat atau sholat yang dilakukan dengan meninggalkan thuma’ninah, maka sholat tersebut dihukumi batal.
Kajian Kitab : "Al-Waroqot Fi Ushulil Fiqh"
Karya : Imam Haromain
Oleh : Siroj Munir
[1] [2] [3] [4] [5] [6] [7]
0 komentar:
Posting Komentar