Template information

Home » , » Kajian kitab Al-Waroqot : Amr/Perintah (Bagian 4)

Kajian kitab Al-Waroqot : Amr/Perintah (Bagian 4)

وَالْأَمر بإيجاد الْفِعْل أَمر بِهِ وَبِمَا لَا يتم الْفِعْل إِلَّا بِهِ كالأمر بِالصَّلَاةِ فَإِنَّهُ أَمر بِالطَّهَارَةِ المؤدية إِلَيْهَا

وَإِذا فعل يخرج الْمَأْمُور عَن الْعهْدَة

Perintah untuk mewujudkan suatu pekerjaan juga merupakan perintah untuk melakukan perkerjaan yang tidak sempurna kecuali adanya pekerjaan tersebut, seperti perintah Shalat juga termasuk perintah untuk bersuci yang harus dilakukan untuk keabsahan shalat”

Jika perintah sudah dilaksanakan maka terlepaslah orang yang disuruh dari kewajiban perintah tersebut.

Penjelasan
1. Perintah untuk melakukan suatu perkara berarti juga perintah untuk untuk melakukan segala hal yang menjadi perantara dari perkara tersebut.

Masalah ini dalam istilah ilmu ushul fiqih dikenal dengan “muqoddimah wajib” (pendahuluan wajib), para ulama’ ahli ushul fiqih biasa mengungkapkan masalah ini dengan kaedah;  

ما لا يتم الواجب إلا به فهو واجب, وما لا يتم الوجوب إلا به فليس بواجب

"”Perkara yang menjadi penyempurna dari suatu kewajiban itu dihukumi wajib, sedangkan perkara yang menjadi penyempurna “wujub” hukumnya tidak wajib”

Penjelasan dari kaedah diatas adalah sebagai berikut :

Para ulama’ ushul fiqih membagi muqoddimah wajib itu menjadi 2 bagian :

Pertama; “muqoddimah wujub”, atau biasa disebut “muqoddimah taklif”. Muqoddimah wujub adalah;

ما يتوقف وجوب الواجب عليه سواء كانت سبباً أو شرطاً

“Perkara yang menjadi ketetapan mengenai kewajiban perkara yang wajib, baik itu berupa sebab, atau syarat”.

Contoh dari sebab adalah masuknya bulan romadhon yang menjadi sebab diwajibkannya puasa wajib pada bulan romadhon, sebagaimana dinyatakan dalam sabda Rosululloh shollallohu ‘alaihi wasallam;

صُومُوا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوا لِرُؤْيَتِهِ

"Berpuasalah kalian dengan melihatnya (hilal bulan romadhon) dan berbukalah kalian dengan melihatnya pula” (Shohih Bukhori, no.1909 dan Shohih Muslim, no.1081)

Sedangkan contoh dari syarat adalah kemampuan (istitho’ah) yang menjadi syarat diwajibkannya haji, sebagaimana dijelaskan dalam firman Alloh;

وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا

“Menunaikan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup melakukan perjalanan ke Baitullah“ (Q.S. Ali Imron : 97)

Mengerjakan perkara yang masuk dalam kategori “muqoddimah wujub” itu hukumnya tidak wajib, karena “muqoddimah wajib” berada diluar kemampuan manusia. Dalam contoh diatas eseorang tentu tidak mampu diperintah untuk mempercepat laju waktu agar masuk bulan romadhon dan supaya bisa berpuasa pada bulan itu.

Begitu juga seseorang tidak diwajibkan untuk menjadikan dirinya mampu melaksanakan ibadah haji, sebab manusia hanya mampu bekerja untuk menghasilkan uang, namun berhasil atau tidaknya pekerjaan tersebut hingga menyebabkannya memiliki uang yang cukup agar mampu menunaikan haji adalah sesuatu yang berada diluar kemampuannya.

Kedua; “muqoddimah wujud” atau yang biasa disebut “muqoddimah shihhah”. Muqoddimah wujud adalah;

ما يتوقف وجود الواجب عليه

“Perkara yang menjadi penentu terwujudnya suatu kewajiban”.

Contohnya seperti wudhu yang menjadi syarat sahnya sholat, sebagaimana dijelaskan dalam firman Alloh;

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ

“Wahai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, Maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki” (Q.S. Al-Ma’idah : 6)

Bagian yang kedua, yaitu muqoddimah wujud, inilah yang wajib dikerjakan seseorang itupun dengan ketentuan selama hal tersebut masih dalam batasan kemampuannya.

Sedangkan apabila muqoddimah wujud tersebut berada diluar batas kemampuannya, seperti hadirnya 40 orang yang menjadi syarat terlaksananya sholat jum’at, maka menghadirkan 40 orang untuk sholat jum’at itu tidak wajib dilakukan, meskipun hal tersebut masuk dalam kategori “muqoddimah wujud”.(1)

Dari uraian diatas dapat dipahami bahwa yang dimaksud dengan ketentuan;

“Perintah untuk mewujudkan suatu pekerjaan juga merupakan perintah untuk melakukan perkerjaan yang tidak sempurna kecuali adanya pekerjaan tersebut”

adalah : “perintah untuk mengerjakan sesuatu juga merupakan perintah untuk mengerjakan “muqoddimah wujud” yang masih dalam batas kemampuan seseorang, sedangkan menegerjakan selain dari itu, yaitu mengerjakan “muqoddimah wujub” dan “muqoddimah wujud” yang berada diluar kemampuan itu hukumnya tidak wajib.

2. Perintah yang telah dikerjakan seseorang secara sempurna dengan memenuhi semua ketentuannya mulai dari syarat-syaratnya hingga dikerjakan dengan melakukan kewajiban-kewajibannya, maka orang tersebut sudah terbebas dari tanggungan mengerjakan kewajiban tersebut.

Referensi
1. Tahqiq Syarah Al-Waroqot Lil Mahalli, Hal : 109


Kajian Kitab : "Al-Waroqot Fi Ushulil Fiqh"

0 komentar:

Posting Komentar