Template information

Terjemah kitab Safinatus Sholat (perkara – perkara yang membatalkan shalat)

Terjemah kitab : Safinatus Sholat

Penulis : Sayyid Abdulloh bin Umar Al-Hadhromi

Oleh : Siroj Munir

..............................................................................

وأما مبطلات الصلاة فاثنا عشر

الأول : فقد شرط من شروطها الإثنى عشر عمدا ولو بإكراه أو سهوا أو جهلا

الثاني : فقد ركن من أركانها التسعة عشر عمدا فإن كان سهوا أتى به إذا ذكره ولا يحسب ما فعله بعد المتروك حتى يأتي به

الثالث : زيادة ركن من أركانها الفعلية أو إتيان النية أو تكبيرة الإحرام أو السلام في غير محله عمدا فإن كان سهوا أو زاد غير ما ذكر من الأركان عمدا أو سهوا لم تبطل

الرابع : أن يتحرك حركه واحده مفرطة أو ثلاث حركات متوالية عمدا كان أو سهوا أو جهلا

الخامس : أن يأكل أو يشرب قليلا عمدا فإن كان سهوا أو جهلا وعذر لم تبطل بالقليل وبطلت بالكثير

السادس : فعل شيء من مفطرات الصائم غير الأكل والشرب

السابع : قطع النية كأن ينوي الخروج من الصلاة

الثامن : تعليق الخروج منها كأن ينوي إذا جاء زيد خرجت منها

التاسع : التردد في قطعها كأن تحدث له حاجة في الصلاة فتردد بين قطع الصلاة والخروج منها وبين تكميلها

العاشر : الشك في واجب من واجبات النية إذا طال زمنه عرفا أو فعل منه ركنا فعليا أو قوليا

الحادي عشر : قطع ركن من أركانها الفعلية لأجل سنة كمن قام ناسيا للتشهد الأول ثم عاد له عامدا عالما

الثاني عشر : البقاء في ركن اذا تيقن ترك ماقبله أو شك فيه إذا طال عرفا أو يلزمه العود فورا إلى فعل ماتيقن تركه أو شك فيه إلا إن كان مأموما فيأتي بركعة بعد سلام إمامه ولا يجوز له العود

فهذه الأحكام يلزم كل مسلم معرفتها

وللوضوء والغسل والصلاة سنن كثيرة جدا فمن أراد حياة قلبه والفوز عند ربه فليتعلمه ويعمل بها فلا يتركها إلا متساهل أولاه أو ساه جاهل


Perkara – perkara yang membatalkan sholat itu ada 12 :

1. Meninggalkan salah satu dari syarat – syarat sholat yang jumlahnya ada 12, yang dilakukan dengan disengaja, meskipun hal tersebut dilakukan dengan paksaan, lupa, atau karena ketidak tahuannya.


2. Meninggalkan salah satu dari rukun – rukun sholat yang jumlahnya ada 19,yang dilakukan dengan disengaja,. Sedangkan apabila meninggalkannya karena lupa, maka rukun yang ditinggalkan tersebut harus dikerjakan ketika ia ingat, dan apa yang dilakukan setelah meninggalkan tersebut tidak dianggap selama ia belum mengerjakan rukun yang ditinggalkan tersebut.

3. Menambah rukun dari beberapa rukun fi’liyah, atau mengerjakan niat, takbirotul ihrom atau salah tidak pada tempatnya, yang kesemuanya itu dilakukan dengan sengaja. Sedangkan apabila ia mengerjakannya karena lupa atau ia menambahkan rukun selain rukun – rukun tersebut, baik dilakukan dengan sengaja atau karena lupa, maka sholatnya tidak batal.

4. Melakukan gerakan sekali yang berlebihan atau 3 gerakan (kecil) yang dilakukan secara terus menerus, baik dilakukan dengan sengaja, lupa atau karena ketidaktahuannya.

5. Makan atau minum sedikit dengan disengaja, sedangkan apabila makan atau minumnya karena lupa atau karena tidak tahu (mengenai larangan melakukan hal tersebut) dan ketidak tahuannya itu dianggap udzur (semisal karena baru masuk Islam atau hidup didaerah terpencil yang tidak ada ulama’nya), maka sholatnya tidak dihukumi batal apabila makan atau minumnya hanya sedikit, sedangkan apabila banyak maka dihukumi batal.

6. Melakukan perkara – perkara yang dapat membatalkan puasa, selain makan dan minum.

7. Memutuskan niat, semisal dengan niat keluar dari sholat.

8. Menggantungkan niat keluar dari sholat, semisal dengan berniat “jika za’id dating maka aku akan keluar dari sholat”.

9. Ragu – ragu dalam hal keinginan untuk memutuskan sholat, semisal saat sedang sholat ada satu hajat, lalu ia ragu – ragu apakah akan memutuskan dan keluar dari sholat atau menyempurnakan sholatnya.

10. Ragu – ragu dalam salah satu kewajiban dari kewajiban – kewajiban niat, apabila keraguan itu berlangsung lama (kira – kira waktunya cukup untuk membaca “subhanalloh”), atau keraguannya tidak berlangsung lama tapi dalam keadaan ragu tersebut melakukan rukun fi’liyah atau qouliyah.

11. Memutuskan satu rukun yang termasuk rukun – rukun fi’liyah karena mengerjakan kesunatan. Semisal ada orang yang berdiri dan lupa tidak mengerjakan tasyahhud pertama, setelah ia ingat kalau belum tasyahhud ia kembali duduk untuk mengerjakan tasyahhud, dan hal tersebut dilakukannya dengan sengaja dan juga mengerti kalau hal tersebut tidak boleh dikerjakan.

(Sholat orang itu dihukumi batal, sebab tasyahud yang pertama itu hukumnya sunat, karena itu apabila ditinggalkan tidak usah diulangi lagi, jadi seharusnya dia melanjutkan sholatnya dan tidak kembali duduk untuk mengerjakan tasyahud yang petama).

12. Tetap melanjutkan mengerjakan rukun sholat padahal ia yakin telah meninggalkan rukun sebelumnya atau ragu mengenai rukun sebelumnya (apakah sudah dikerjakan atau belum) dalam jangka waktu lama (dengan perkiraan waktu thuma’ninah), karena seharusnya ia langsung kembali untuk mengerjakan rukun yang yakin ditinggalkan atau ragu apakah sudah dikerjakan atau belum tersebut.

Namun hal tersebut dilakukan apabila posisinya bukan menjadi makmum, sedangkan apabila ia menjadi imam maka tidak diperbolehkan kembali untuk mengerjakan rukun tersebut, tapi setelah imam selesai salam harus menambahkan satu roka’at lagi (untuk mengganti satu roka’at yang ditinggalkan salah satu rukunnya atau ragu apakah sudah dikerjakan atau belum tersebut).

Hukum – hukum ini adalah hokum – hokum yang harus diketahui oleh semua orang islam.

Selain itu, wudhu, mandi dan sholat memiliki beberapa kesunatan – kesunatan yang sangat banyak, karena itu bagi siapa saja yang menghendaki hatinya hidup dan mendapatkan keberuntungan disisi tuhannya, maka hendaknya ia mempelajarinya dan mengamalkannya, karena yang meninggalkannya hanyalah orang yang meremehkan, orang yang berpaling, orang yang lupa (mengenai fadhilahnya) dan orang yang bodoh.   

..............................................................................................................................................


Download kitab ِ Ushul Fiqih - Khudhori Bik



Judul kitab : Ushulul Fiqh

Penulis : Muhammad Al-Khudhori Bik

Muhaqqiq : -

Penerbit : Maktabah At-Tijariyah Al-Kubro - Mesir

Cetakan : Keenam

Tahun terbit : 1969

Link download (PDF) : Klik disini

Download kitab ِ Ushulul Fiqh - Abu Zahroh



Judul kitab : Ushulul Fiqh

Penulis : Muhammad Abu Zahroh

Muhaqqiq : -

Penerbit : Darul Fikr Al-Arobi

Cetakan : -

Tahun terbit : -

Link download (PDF) : Klik disini

Download kitab ilmu Ushul Fiqih - Abdul Wahab Khollaf



Judul kitab : Ilmu Ushulil Fiqh

Penulis : Abdul wahhab Khollaf

Muhaqqiq : -

Penerbit : Maktabah Ad-Da'wah Al-isllamiyah Syabab Al-Azhar, Kairo - Mesir

Cetakan : Kedelapan

Tahun terbit : -

Link download (PDF) : Klik disini

Download kitab Fathul Bari Syarah Shohih Bukhori - Ibnu Rojab



Judul kitab : Fathul Bari Syarah Shohih Bukhori

Penulis : Al-Hafidh Zainuddin Abul Faroj bin Rojab Al-Hanbali

Muhaqqiq : Mahmud bin Sa'ban bin Abdul Maqshud - Majdi bin Abdul Kholiq Asy-Syafi'i - Ibrohim bin Isma'il Al-Qodhi - Sayyid bin Izzat Al-Mursi - muhammad bin 'Audh Al-Manqusy - Sholah bin Salim Al-Mishroti - 'Ala' bin Musthofa bin Hammam - Shobri bin Abdul Kholiq Asy-Syafi'i

Penerbit : Maktabah Al-Ghuroba' Al-Atsariyah, Mdinah - Arab Saudi

Cetakan : Pertama

Tahun terbit : 1996

Link download (PDF) : Klik disini

Download kitab Minhatul Bari Syarah Shohih Bukhori - Zakariya Al-Anshori


Judul kitab : Minhatul Bari Bisyarhi Shohih Bukhori

Penulis : Syaikhul Islam Abu Yahya Zakariya Al-Anshori Al-Mishri Asy-Syafi'i

Muhaqqiq : Sulaiman Al-Azimi

Penerbit : Maktabah Ar-Rusyd, Riyadh - Arab Saudi

Cetakan : Pertama

Tahun terbit : 2005

Link download (PDF) : Cover  Juz 1  Juz 2  Juz 3  Juz 4  Juz 5  Juz 6  Juz 7  Juz 8  Juz 9  Juz 10

Download kitab Irsyadus Sari Syarah Shohih Bukhori - Al-Qostholani



Judul kitab : Irsyadus Sari Ila Syarhi Shohih Bukhori

Penulis : Al-Allamah Syihabuddin Ahmad bin Muhammad Al-Khothib Al-Qostholani

Muhaqqiq : -

Penerbit : Maktabah Al-Kubro Al-Amiriyah - Mesir

Cetakan : Ketujuh

Tahun terbit : 1323 H

Link download (PDF) : Cover  Juz 1  Juz 2  Juz 3  Juz 4  Juz 5  Juz 6  Juz 7  Juz 8  Juz 9  Juz 10

Terjemah kitab Safinatus Sholat (3 Macam rukun shalat)

Terjemah kitab : Safinatus Sholat

Penulis : Sayyid Abdulloh bin Umar Al-Hadhromi

Oleh : Siroj Munir

...........................................................................

وأركان الصلاة ثلاثة أقسام

الأول : قلبي

 وهو النيه فقط

وشرطها

أن تكون مع تكبيرة الإحرام

وأن تكون في القيام

الثاني : القوليه

وهي خمسة

تكبيرة الإحرام أول الصلاة

وقراءة الفاتحة في كل ركعة

وقراءة التشهد

والصلاة على النبي

وسلام آخر الصلاة

ثلاثتها في العقدة الأخيرة

وشرط هذه الخمسة

أن يسمع نفسه إذا لم يكن أصم ولامانع ريح ولغط ونحوهما وإلا رفع بحيث لو زال الصمم والمانع لسمع

وأن لاينقص شيئا من تشديداتها وحروفها

وأن يخرجها من مخارجها

وأن لا يغير شيئا من حركاتها تغييرا يبطل معناها

وأن لايزيد فيها حرفا يبطل به معناها

وأن يوالي بين كلماتها

وأن يرتبها على نظمها المعروف

الثالث : الفعلية

 وهي ثلاث عشر

القيام

والركوع

وطمأنينته

والإعتدال

وطمأنينته

والسجود الأول

وطمأنينته

والجلوس بعده

وطمأنينته

والسجود الثانى

وطمأنينته

وواحد بعد آخر ركعة وهو

الجلوس الأخير

وواحد ينشأ من فعل هذه الأركان في موضعها وهو

الترتيب

وشرط الأركان الفعلية

صحة ما قبلها من الأركان

وأن لا يقصد به غيرها


Rukun –rukun sholat itu terbagi menjadi 3 bagian :

Pertama; rukun yang bersifat hati (qolbiy).

Rukun qolby itu hanya niat saja.

Syaratnya niat adalah :

1.Dikerjakan bersamaan dengan takbirotul ihrom.

2.Dikerjakan pada saat berdiri (bagi orang yang mampu sholat dengan berdiri).

Kedua; Rukun yang bersifat ucapan (qouliyah).

Rukun qouliyah itu ada 5 :

1.Takbirotul Ihrom saat memulai sholat

2.Membaca surat Al-Fatihah pada setiap roka’at sholat

3.Membaca tasyahud

4.Membaca sholawat kepada Nabi

5.Salam diakhir sholat.

Tiga rukun yang disebutkan diakhir dikerjakan pada saat duduk yang terakhir

Syarat dari kelima rukun ini adalah :

1.Suara bacaan tersebut bisa didengar sendiri oleh orang yang mengucapkannya, jika memang orang yang mengucapkannya tidak tuli (bisa didengar bagi orang normal), dan tidak terhalang oleh angin, suara kegaduhan dan semisalnya. Jadi apabila bacaan tersebut tak bisa didengar karena hal – hal tersebut, maka diperkirakan seumpama orang tersebut tidak tuli dan tidak ada penghalang, bacaannya akan bisa didengar.

2.Tak ada yang kurang dari tasydid – tasydid dan huruf – hurufnya.

3.Dibaca sesuai dengan makhroj – makhrojnya

4.Tidak merubah harokat – harokatnya dengan perubahan yang bisa merusak artinya

5.Tidak menambahkan huruf yang akan merubah artinya.

6.Kalimat – kalimatnya dibaca secara terus menerus (tidak dipisah kecuali secukupnya saja untuk mengambil nafas)

7.Dibaca sesuai dengan urutan yang sudah diketahui.


Ketiga; Rukun yang bersifat perbuatan (fi’liyah).

Rukun fi’liyah itu ada 13 :

1.Berdiri

2.Rukuk

3.Thuma’ninah ketika mengerjakan rukuk

4.I’tidal

5.Thuma’ninah ketika mengerjakan i’tidal

6.Sujud pertama

7.Thuma’ninah ketika mengerjakan sujud pertama

8.Duduk setelah sujud pertama

9.Thuma’ninah ketika mengerjakan duduk setelah sujud pertama

10.Sujud kedua

11.Thuma’ninah ketika mengerjakan sujud kedua

Dan ada satu rukun yang dikerjakan diakhir roka’at, yaitu :

12.Duduk yang terakhir

Dan ada satu rukun yang akan timbul apabila rukun – rukun ini dikerjakan pada tempatnya, yaitu :

13.Berurutan.

Syarat – syarat dari rukun – rukun fi’liyah adalah :

1.rukun – rukun yang dikerjakan sebelumnya telah dikerjakan dengan sah

2.Tidak ada niat lain ketika mengerjakan rukun – tersebut (selain niat mengerjakan rukun sholat).

....................................................................................................................

Hukum puasa nglepas atau ngebleng (puasa terus menerus tanpa berbuka)



Pertanyaan :
Assalamu'alaikum...
Mohon penjelasannya ustadz, ustadzah dan semua member. .
Bolehkah puasa nglepas? Misalnya puasa 3 hari 3 malam tanpa makan, tidak minum dan tidak tdur
Syukron. . .

( Dari : Cah Ueleks )


Jawaban :
Wa’alaikum salam warohmatullohi wabarokatuh

Praktek puasa sebagaimana yang dijelaskan dalam deskripsi pertanyaan diatas, dalam pandangan syari’at dikenal dengan istilah puasa “wishol”.  Puasa wishol adalah puasa yang dikerjakan selama 2 hari atau lebih, dan diwaktu malam hari tidak makan dan tidak minum sama sekali. Puasa seperti ini tidak diperbolehkan, berdasarkan hadits;

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «إِيَّاكُمْ وَالْوِصَالَ» قَالُوا: فَإِنَّكَ تُوَاصِلُ، يَا رَسُولَ اللهِ، قَالَ: إِنَّكُمْ لَسْتُمْ فِي ذَلِكَ مِثْلِي، إِنِّي أَبِيتُ يُطْعِمُنِي رَبِّي وَيَسْقِينِي، فَاكْلَفُوا مِنَ الْأَعْمَالِ مَا تُطِيقُونَ

“Dari Abu Hurairoh rodliallahu 'anhu, ia berkata; Rosulullah shollallohu 'alaihi wasallam bersabda: "Janganlah kalian melakukan puasa wishal." Mereka bertanya, "Bukankah Anda sendiri melakukan puasa wishal wahai Rasulullah?" Maka beliau menjawab: "Sesungguhnya kalian tidaklah sebagaimana aku, sesungguhnya ketika aku bermalam Rabb-ku memberiku makan dan minum. Karena itu, beribadahlah kalian sesuai dengan kemampuan kalian."
(Shohih Bukhori, no.1966 dan Shohih Muslim, no.1103)

Berdasarkan hadits diatas, para ulama’ menetapkan bahwa puasa wishola hukumnya makruh, dan menurut pendapat yang ashoh (paling shohih) yang dimaksud makruh disini adalah makruh tahrim . Namun meskipun puasa wishol hukumnya makruh, puasa yang dikerjakan tetap sah, sebab kemakruhan tersebut tak sampai membatalkan puasa.

Jadi kesimpulannya, puasa nglepas (sebagian orang menyebutnya puasa ngebleng) itu hukumnya makruh tahrim (makruh yang mendekati keharoman), namun puasanya tetap sah. Wallohu a’lam.

( Dijawab oleh : Siroj Munir )  


Referensi :
1. Al-Majmu’ Syarah Al-Muhadzdzab, Juz : 6  Hal : 356 - 358


Ibarot :
Al-Majmu’ Syarah Al-Muhadzdzab, Juz : 6  Hal : 356 - 358


قال المصنف رحمه الله تعالي: ويكره الوصال في الصوم لما روى أبو هريرة رضي الله عنه أن النبي صلى الله عليه وسلم قال: "إياكم والوصال إياكم والوصال" قالوا: إنك تواصل يا رسول الله قال: "إني لست كهيئتكم إني أبيت يطعمني ربي ويسقيني1" وهل هو كراهية تنزيه أو تحريم؟ فيه وجهان: أحدهما أنه كراهة تحريم لأن النهي يقتضي التحريم والثاني أنه كراهية تنزيه لأنه إنما نهي عنه حتى لا يضعف عن الصوم وذلك أمر غير متحقق فلم يتعلق به إثم فإن واصل لم يبطل صومه لأن النهي لا يرجع إلى الصوم فلا يوجب بطلانه
.........................................
الشرح : حديث أبي هريرة رواه البخاري ومسلم والوصال بكسر الواو ويطعمني بضم الياء ويسقيي بضم الياء وفتحها والفتح أفصح وأشهر (وقوله) لأنه إنما نهى عنه بضم النون وفتحها
أما حكم الوصال فهو مكروه بلا خلاف عندنا وهل هي كراهة تحريم أم تنزيه فيه الوجهان اللذان ذكرهما المصنف وهما مشهوران ودليلهما في الكتاب (أصحهما) عند أصحابنا وهو ظاهر نص الشافعي كراهة تحريم لأن الشافعي رضي الله قال في المختصر فرق الله تعالى بين رسوله وبين خلقه في أمور أباحها له وحظرها عليهم وذكر منها الوصال وممن صرح به من أصحابنا بتصحيح تحريمه صاحب العدة والرافعي وآخرون وقطع به جماعة من أصحابنا منهم القاضي أبو الطيب في كتابه المجرد والخطابى في المعالم وسليم الدارى في الكفاية وإمام الحرمين في النهاية والبغوي والروياني في الحلية والشيخ نصر في كتابه الكافي وآخرون كلهم صرحوا بتحريمه من غير خلاف
قال أصحابنا : وحقيقة الوصال المنهي عنه أن يصوم يومين فصاعدا ولا يتناول في الليل شيئا لا ماء ولا مأكولا فإن أكل شيئا يسيرا أو شرب فليس وصالا وكذا إن أخر الأكل إلى السحر لمقصود صحيح أو غيره فليس بوصال وممن صرح بأن الوصال أن لا يأكل ولا يشرب ويزول الوصال بأكل أو شرب وإن قل صاحب الحاوي وسليم الرازي والقاضي أبو الطيب وإمام الحرمين والشيخ نصر والمتولي وصاحب العدة وصاحب البيان وخلائق لا يحصون من أصحابنا وأما قول المحاملي في المجموع وأبي علي بن الحسن بن عمر البندنيجي في كتابه الجامع والغزالي في الوسيط والبغوى في التهذيب الوصال أن لا يأكل شيئا في الليل وخصوه بالأكل فضعيف بل هو متأول على موافقة الأصحاب ويكون مرادهم لا يأكل ولا يشرب كما قاله الجماهير واكتفوا بذكر أحد القرينين كقوله تعالى (سرابيل تقيكم الحر) أي والبرد ونظائره معروفة وقد بالغ إمام الحرمين فقال في النهاية في بيان ما يزول به الوصال فقيل يزول الوصال بقطرة يتعاطاها كل ليلة ولا يكفي اعتقاده أن من جن عليه الليل فقد أفطر هذا لفظه بحروفه (واعلم) أن الجمهور قد أطلقوا في بيان حقيقة الوصال أنه صوم يومين فأكثر من غير أكل ولا شرب في الليل وقال الروياني في الحلية الوصال أن يصل صوم الليل بصوم النهار قصدا فلو ترك الأكل بالليل لا على قصد الوصال والتقرب إلى الله به لم يحرم وقال البغوي العصيان في الوصال لقصده إليه وإلا فالفطر حاصل بدخول الليل كالحائض إذا صلت عصت وإن لم يكن لها صلاة وهذا الذي قالاه خلاف إطلاق الجمهور وخلاف ما صرح به إمام الحرمين كما سبق قريبا وقد قال المحاملي في المجموع الوصال ترك الأكل بالليل دون نية الفطر لأن الفطر يحصل بالليل سواء نوى الإفطار أم لا هذا كلامه وظاهره مخالف لقول الروياني والبغوي والله أعلم فالصواب أن الوصال ترك الأكل والشرب في الليل بين الصومين عمدا بلا عذر
فرع : اتفق أصحابنا وغيرهم على أن الوصال لا يبطل الصوم سواء حرمناه أو كرهناه لما ذكره المصنف أن النهي لا يعود إلى الصوم والله أعلم

Terjemah kitab Safinatus Sholat ( Rukun – Rukun Shalat )

Terjemah kitab : Safinatus Sholat

Penulis : Sayyid Abdulloh bin Umar Al-Hadhromi

Oleh : Siroj Munir

..........................................................................

وأما أركان الصلاة تسعه عشر

الأول :النيه بالقلب فيحضر في قلبه فعل الصلاة ويعبر عنه بفرض ويحضر فيه تعيينها ويعبر عنه بالظهر أو العصر أو المغرب أو العشاء أو الصبح فإذا حضرت هذه الثلاثة في قلبه قال الله أكبر غير غافل عنها ويزيد استحضار مأموما إن كان جماعه

الثاني : تكبيرة الإحرام وهي الله أكبر

الثالث : قراءة الفاتحة في القيام

الرابع : القيام إن قدر ولو بحبل أو معين في صلاة الفرض

الخامس : الركوع بأن ينحني من غير إرخاء ركبتيه

السادس : الطمأنينه فيه بأن تنفصل حركه رفعه وتسكن أعضاؤه كلها

السابع : الإعتدال بأن ينتصب قائما

الثامن : الطمأنينه فيه كما ذكرنا في الركوع

التاسع : السجود الأول

بأن يضع جبهته مكشوفة على مصلاة

متحاملا عليها قليلا على غير متحرك

رافعا عجيزته وما حولها على منكبيه ويديه ورأسه

وبأن يضع جزء من كل من ركبتيه ومن باطن كل كف ومن باطن أصابع كل رجل

العاشر : الطمأنينه فيةكما ذكرنا في الركوع

الحادي عشر : الجلوس بين السجدتين بأن ينتصب جالسا

الثاني عشر : الطمأنينه فيه كما ذكرنا في الركوع

الثالث عشر : السجود الثاني مثل السجود الأول فيما مر فيه

الرابع عشر : الطمأنينه فيه في الركوع كما ذكرنا في الركوع

الخامس عشر : الجلوس الأخير منتصبا

السادس عشر : قراءة التشهد فيه

السابع عشر : الصلاة على النبي صلى الله عليه وسلم بعد التشهد في القعود وأقلها اللهم صلي على محمد

الثامن عشر : السلام بعدها في القعود وأقله السلام عليكم

التاسع عشر : الترتيب

بأن يأتي بالنية مع التكبيرة

ثم الفاتحة في القيام

ثم الركوع مع طمأنينته

ثم الإعتدال مع طمأنينته

ثم الجلوس بعده مع طمأنينته

ثم السجود الأول مع طمأنينته

ثم الجلوس بعده مع طمأنينته

ثم السجود الثاني مع طمأنينته

فهذا ترتيب أول ركعة ثم يأتي بباقي الركعات مثلها إلا أنه لا يأتي فيها بالنية وتكبيرة الإحرام

فإذا تمت ركعات فرضه جلس الجلوس الأخير

ثم قرأ التشهد فية

ثم صلى على النبي قال اللهم صلي على محمد

ثم قال السلام عليكم



Adapun rukun – rukun sholat itu ada 19 :

Rukun ke -1 : Niat didalam hati dengan cara;

-Niat didalam hatinya pekerjaan – pekerjaan sholat, dan diungkapkan dengan kalimat “usholli”

-Niat didalam hatinya kewajiban sholat, dan diungkapkan dengan kata “fardhu”

-Niat menentukan sholat yang dikerjakan, dan diungkapkan dengan kata “dhuhur, ashar, maghrib, isya’ atau shubuh”

(Semisal akan mengerjakan sholat dhuhur, maka niatnya “usholli fardhos shubhi”)

Apabila hal-hal tersebut telah dilakukan , lalu mengucapkan “Allohu akbar” tanpa melupakan niat –niat tersebut.

(Maksudnya; sebelum mengerjakan sholat, niat tersebut dianjurkan untuk diucapkan agar membantu niat dalam hati. Sedangkan niat yang menjadi rukun sholat harus dikerjakan ketika takbir, jadi lisannya mengucapkan takbir sedangkan hatinya niat sholat).

Dan apabila sholatnya berjama’ah niatnya ditambah dengan “ma’muman(jika ia menjadi makmum, jika menjadi imam maka niatnya “imaman").

Rukun ke – 2 : Takbirotul ihrom, yaitu (mengucapkan) Allohu akbar

Rukun ke – 3 : Membaca Al-Fatihah ketika berdiri

Rukun ke – 4 : Berdiri dalam sholat fardhu, jika ia mampu untuk berdiri meskipun dengan bantuan tali atau orang lain yang membantu

Rukun ke – 5 : Rukuk, dengan cara membungkukkan badan tan;pa mengendurkan kedua lututnya (kedua lutut harus tegak)
 
Rukun ke – 6 : Thuma’ninah (tenang) ketika ruku’, yaitu dengan cara memisahkan gerakan turunnya (untuk melakukan ruku’) dan berdirinya kembali (i’tidal) dan semua anggota tubuhnya tenang (sebelum berdiri kembali untuk I’tidal).

Rukun ke – 7 : I’tidal, dengan menegakkan badannya dan kembali berdiri.

Rukun ke – 8 : Thuma’ninah ketika I’tidal, sebagaimana yang telah dijelaskan dalam rukuk.

Rukun ke – 9 : sujud pertama, dengan cara :

-Meletakkan keningnya yang terbuka pada tempat sholatnya sedikit menekankan keningnya dengan tanpa digerakkan (dengan perkiraan seumpama keningnya menempel pada tempat sujud yang berupa kapas, maka akan nampak bekasnya),

-Mengangkat bagian pantat dan sekelingnya, lebih tinggi dari pada kedua pendaknya, kedua kakinya dan kepalanya,

-Meletakkan bagian dari kedua lutut, bagian dalam kedua telapak tangan dan bagian dalam jari – jari kakinya.  

Rukun ke – 10 : Thuma’ninah ketika sujud, sebagaimana yang telah dijelaskan dalam rukuk.

Rukun ke – 11 : Duduk diantara 2 sujud, dengan cara menegakkan badannya dalam keadaan duduk.

Rukun ke - 12 : Thuma’ninah ketika duduk diantara 2 sujud, sebagaimana yang telah dijelaskan pada rukuk.

Rukun ke – 13 : Sujud kedua dengan cara seperti sujud pertama, sebagaimana dijelaskan pada keterangan yang telah lalu.

Rukun ke -14 : Thuma’ninah ketika mengerjakan sujud yang kedua, sebagaimana yang telah dijelaskan dalam rukuk.

Rukun ke – 15 : Duduk terakhir dengan menegakkan badannya.

Rukun ke – 16 : Membaca tasyahud (tahiyat) saat duduk terakhir.

Rukun ke – 17 : membaca sholawat kepada Nabi shollallohu ‘alaihi wasallam ketika duduk setelah selesai membaca tasyahud. Bacaannya minimal “Allohumma sholli ‘ala Muhammad” (Ya Alloh, semoga Engkau senantiasa memberikan rahmat kepada Nabi Muhammad).

Rukun ke – 18 : Salam setelah membaca sholawat, yang dikerjakaan ketika duduk terakhir. Minimal dengal mengucapkan; “Assalamu ‘alaikum” (Semoga keelamatan diberikan kepa kalian).

Rukun ke – 19 : Berurutan, dengan cara;

-Pertama mengerjakan niat bersamaan dengan takbirotul ihrom,

-Kemudian membaca fatihah, yang kesemuanya dikerjakaan saat berdiri,

-Kemudian rukuk dengan thuma’ninah,

-Kemudian i’tidal dengan thuma’ninah,

-Kemudian sujud yang pertama dengan thuma’ninah,

-Kemudian duduk dengan thuma’ninah sesudah sujud,

-Kemudian sujud yang kedua dengan thuma’ninah.

Ini adalah urutan roka’at pertama, kemudian mengerjakan roka’at – roka’at sisanya sebagaimana yang dikerjakan dalam roka’aat pertama, hanya saja tidak lagi niat dan takbirotul ihrom.

-Dan apabila semua roka’at sholat fardhunya telah dikerjakan dengan sempurna, lalu duduk untuk mengerjakan duduk terakhir,

-Kemudian membaca tasyahhud,

-Kemudian membaca sholawatkepada nabi dengan mengucapkan; “Allohumma sholli ‘ala Muhammad”,

-Kemudian mengucapkan “Assalamu ‘alaikum”.

.........................................................................................................................................

Download kitab Ghoribul Hadits - Ibnul Jauzi



Judul kitab : Ghoribul Hadits

Penulis : Imam Abul FarojAbdurrohman bin Ali bin Muhammad bin Ali bin Al-Jauzi

Muhaqqiq : Dr. Abdul Mu'thi Amin Qol'aji

Penerbit : Darul Kutub Al-Ilmiyah, Beirut - Lebanon

Cetakan : -

Tahun terbit : 2004

Link download (PDF) : Cover  Muqoddimah  Juz 1  Juz 2 

Download kitab Al-Fa'iq Fi Ghoribil Hadits



Judul kitab : Al-Fa'iq Fi Ghoribil Hadits

Penulis : Al-Allamah Jarulloh Mahmud bin Umar Az-Zamakhsyari

Muhaqqiq : Ali Muhammad Al-bajawi - Muhammad Abul Fadhl Ibrohim

Penerbit : Isa Albabi Al-halabi - Mesir

Cetakan : Kedua

Tahun terbit : -

Link download (PDF) : Cover  Juz 1  Juz 2  Juz 3  Juz 4

Download kitab An-Nihayah Fi Ghoribil Hadits Wal Atsar



Judul kitab : An-Nihayah Fi Ghoribil Hadits Wal Atsar

Penulis : Imam Ibnul Atsir

Muhaqqiq : Ali bin Hasan bin Ali Al-Halabi

Penerbit : Daru Ibnul Jauzi - Arab Saudi

Cetakan : Pertama

Tahun terbit : 1421 H

Link download (PDF) : Disini

Download kitab Tafsir Al-Baghowi



Judul kitab : Tafsir Al-Baghowi (Ma'alimut Tanzil)

Penulis : Imam Muhyiddin Abu Muhammad Al-husain bin Mas'ud Al-Baghowi

Muhaqqiq : Muhammad Abdulloh An-Namr - Utsman Jumu'ah Dhomiriyah - Sulaiman Muslim Al-Khorsy

Penerbit : Dar Thoyyibah, Riyadh - Arab Saudi

Cetakan : -

Tahun terbit : 1989

Link download (PDF) : Cover  Juz 1  Juz 2  Juz 3  Juz 4  Juz 5  Juz 6  Juz 7  Juz 8  
  ............................................................

 Postingan Terkait


KITAB - KITAB TAFSIR UMUM

Tafsir Imam Syafi'i

Tafsir Ath-Thobari

Tafsir Ibnu Katsir

Tafsir Ad-Durrul Mantsur - Imam Suyuthi

Tafsir Ibnu Abi Hatim

Tafsir Imam Mujahid

Tafsir As-Sirojul Munir - Imam Khotib Asy-Syarbini

Tafsir Qurthubi

Tafsir Ibnul Mundzir

Tafsir Al-Kabir/Mafatihul Ghoib - Imam Fakhrurrozi

Tafsir Ruhul Ma'ani - Imam Al-Alusi

Tafsir Al-Bahrul Muhith - Abu Hayyan Al-Andalusi

Tafsir An-Nasafi

Tafsir Al-Khozin

Tafsir Sufyan Ats-Tsauri

Tafsir Al-Baghowi

Tafsir Al-Mannar - Rosyid Ridho

Tafsir Al-Maroghi

Tafsir At-Tahrir Wat-Tanwir - Ibnu Asyur

Tafsir Fathul Qodir - Asy-Syaukani

Tafsir Al-Kasysyaf - Az-Zamakhsyari

Tafsir Al-Wajiz - Al-Wahidi

Tafsir Al-Wasith - Al-Wahidi

Tafsir Al-Basith - Al-Wahidi


KITAB - KITAB TAFSIR AYAT AHKAM

Ahkamul Qur'an Lil Imam Asy-Syafi'i - Imam Baihaqi

Ahkamul Qur'an - Ilkiya Al-Harrosyi

Al-Iklil Fi Istibatit Tanzil - Imam Suyuthi

Ahkamul Qur'an - Imam Ibnul Arobi

Ahkamul Qur'an - Al-Jashshoh

Ahkamul Qur'an - Ath-Thohawi

Ahkamul Qur'an - Al-Jahdhomi

Ahkamul Qur'an - Ibnul faros Al-Andalusi

Tafsir Nailul Marom Min Tafsir Ayat Ahkam - Shiddiq Hasan Khan

Rowa'iul Bayan Tafsir Ayat Ahkam - Ali Ash-Shobuni

Tafsir Ayat Ahkam - Abdul Qodir Syaibatul Hamd

Hukum membuat kamar mandi didalam rumah atau didalam kamar tidur


Pertanyaan :
Assalamualaikum
Mohon jawabannya,apa hukumya kamar mandi atau wc yang berada didalam kamar tidur atau dalam rumah mengingat kamar mandi adalah tempat kesukaan setan?
Terimakasih

( Dari : Ratno Utomo )


Jawaban :
Wa'alaikum salam warohmatullohi wabarokatuh

Pertama, dimanapun tempatnya, kamar mandiatau wc adalah tempat dari setan, karena setan menyukai tempat – tempat yang kotor. Karena itulah kita dianjurkan untuk berdo’a agar dilindungi dari gangguan setan saat akan masuk tempat –tempat tersebut, sebagaimana dijelaskan dalam beberapa hadits, diantaranya hadits yang diriwayatkan dari Anas bin Malik rodhiyallohu ‘anhu;

كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا دَخَلَ الْخَلَاءَ قَالَ اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ الْخُبُثِ وَالْخَبَائِثِ

"Apabila Nabi shollallohu 'alaihi wasallam hendak masuk jamban, beliau mengucapkan: 'ALLOHUMMA INNI A'UUDZUBIKA MINAL KHUBUTSI WAL KHOBAAITS (Ya Alloh, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari setan laki-laki maupun perempuan) '." (Shohih Bukhori, no.6322)

Kedua, memang terdapat satu hadits yang meriwayatkan bahwa Rosululloh shollallohu ‘alaihi wasallam bersabda ;

لَا يُنْقَعُ بَوْلٌ فِي طَسْتِ فِي الْبَيْتِ، فَإِنَّ الْمَلَائِكَةَ لَا تَدْخُلُ بَيْتًا فِيهِ بَوْلٌ يُنْقَعُ

“Tidak diperbolehkan membiarkan air kencing didalam baskom/bak,karena sesungguhnya Malaikat tidak akan masuk ke dalam rumah yang didalamnya terdapat air kencing yang tergenang” (Mu’jam Ausath, No.2077)

Namun, Para ulama menyatakan bahwa yang dimaksud hadits tersebut adalah larangan untuk membiarkan air kencing berada didalam rumah dalam waktu lama, sedangkan apabila setelah biar air langsung disiram, maka tidak mengapa buang air didalam rumah. Karena itulah dalam hadits yang lain diriwayatkan bahwa Nabi juga pernah buang air kecil didalam rumah.

عَنْ حُكَيْمَةَ بِنْتِ أُمَيْمَةَ بِنْتِ رُقَيْقَةَ عَنْ أُمِّهَا أَنَّهَا قَالَتْ كَانَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَدَحٌ مِنْ عِيدَانٍ تَحْتَ سَرِيرِهِ يَبُولُ فِيهِ بِاللَّيْلِ

"Dari Hukaimah binti Umaimah binti Ruqaiqah dari Ibunya bahwasanya dia berkata; Nabi shallallahu 'alaihi wasallam memiliki bejana dari pelepah kurma (yang beliau letakkan) di bawah ranjangnya, yang beliau gunakan untuk buang air kecil pada waktu malam hari.”
(Sunan Abu Dawud, no.24, Sunan Baihaqi, no.481 dan Mustadrok Lil-Hakim, no.593)

Nabi melakukannya karena air kencing yang diletakkan dalam bejana itu tidak dibiarkan didalam rumah dalam waktu yang lama, sebagaimana dijelaskan oleh Syekh Waliyyuddin Al-Iroqi.

Jadi kesimpulannya, membuat kamar mandi atau wc didalam rumah atau didalam kamar itu diperbolehkan, karena tidak ada dalil atau alas an yang kuat untuk melarangnya, sedangkan pada dasarnya hokum segala sesuatu adalah mubah (diperbolehkan) selama tidak terdapat dalil yang melarang. Wallohu a’lam.

( Dijawab oleh : Siroj Munir )


Referensi :
1. Syarah Muslim Lin-Nawawi, Juz ; 4  Hal : 70 - 71
2. Faidhul Qodir Syarah Jami’us Shoghir, Juz : 5  Hal : 177


Ibarot :
Syarah Muslim Lin-Nawawi, Juz ; 4  Hal : 70 - 71


(باب ما يقال اذا أراد دخول الخلاء)
قوله (كان رسول الله صلى الله عليه وسلم إذا دخل الخلاء قال اللهم إني أعوذ بك من الخبث والخبائث) وفي رواية إذا دخل الكنيف وفي رواية (أعوذ بالله من الخبث والخبائث أما الخلاء فبفتح الخاء والمد والكنيف بفتح الكاف وكسر النون والخلاء والكنيف والمرحاض كلها موضع قضاء الحاجة وقوله إذا دخل معناه إذا أراد الدخول وكذا جاء مصرحا به في رواية البخاري قال كان إذا أراد أن يدخل وأما الخبث فبضم الباء وإسكانها وهما وجهان مشهوران في رواية هذا الحديث ونقل القاضي عياض رحمه الله تعالى أن أكثر روايات الشيوخ الإسكان وقد قال الإمام أبو سليمان الخطابي رحمه الله تعالى الخبث بضم الباء جماعة الخبيث والخبائث جمع الخبيثة قال يريد ذكران الشياطين وإناثهم قال وعامة المحدثين يقولون الخبث بإسكان الباء وهو غلط والصواب الضم هذا كلام الخطابي وهذا الذي غلطهم فيه ليس بغلط ولا يصح إنكاره جواز الإسكان فإن الإسكان جائز على سبيل التخفيف كما يقال كتب ورسل وعنق وأذن ونظائره فكل هذا وما أشبهه جائز تسكينه بلا خلاف عند أهل العربية وهو باب معروف من أبواب التصريف لايمكن إنكاره ولعل الخطابي أراد الإنكار على من يقول أصله الإسكان فإن كان أراد هذا فعبارته موهمة وقد صرح جماعة من أهل المعرفة بأن الباء هنا ساكنة منهم الإمام أبوعبيد إمام هذا الفن والعمدة فيه واختلفوا في معناه فقيل هو الشر وقيل الكفر وقيل الخبث الشياطين والخبائث المعاصي قال بن الأعرابي الخبث في كلام العرب المكروه فإن كان من الكلام فهو الشتم وإن كان من الملل فهو الكفر وإن كان من الطعام فهو الحرام وإن كان من الشراب فهو الضار والله أعلم وهذا الأدب مجمع على استحبابه ولا فرق فيه بين البنيان والصحراء والله أعلم

Faidhul Qodir Syarah Jami’us Shoghir, Juz : 5  Hal : 177

كان له قدح من عيدان) بفتح العين المهملة وسكون التحتية ودال مهملة جمع عيدانة وهي النخلة السحوق المتجردة والمراد هنا نوع من الخشب وكان يجعل (تحت سريره) أي موضوع تحت سريره قال ابن القيم: وكان يسمى الصادر قال الراغب: والسرير مأخوذ من السرور لأنه في الغالب لأولي النعمة قال: وسرير الميت تشبيه به في الصورة وللتفاؤل بالسرور (يبول فيه بالليل) تمامه كما عند الطبراني بسند قال الهيثمي: رجاله رجال الصحيح فقام وطلبه فلم يجده فسأل فقالوا: شربته برة خادم أم سلمة التي قدمت معها من أرض الحبشة فقال: لقد احتظرت من النار بحظار اه. قيل وذا الخبر لا يعارضه خبر الطبراني أيضا في الأوسط بإسناد قال الولي العراقي: جيد لا ينقع بول في طست في البيت فإن الملائكة لا تدخل بيتا فيه بول لأن المراد بانقاعه طول مكثه وما في الإناء لا يطول مكثه بل تريقه الخدم عن قرب ثم يعاد تحت السرير لما يحدث

Terjemah kitab Safinatus Sholat (Haidh dan Nifas)

Terjemah kitab : Safinatus Sholat

Penulis : Sayyid Abdulloh bin Umar Al-Hadhromi

Oleh : Siroj Munir

............................................................................


الثامن : أن تكون المرأة نقية من الحيض والنفاس ، فالحائض والنفساء لا تصح صلاتهما ولا قضاء عليهما

فإن دخل الوقت وهي طاهره فطرأ عليها الحيض والنفاس بعد أن مضى ما يسع واجبات تلك الصلاة وجب عليها قضاؤها

وإذا انقطع الحيض والنفاس ولم يعد فإن كان في وقت الصبح أو الظهر أو المغرب ولو بقي منه قدر ما يسع الله أكبر وجب قضاء ذلك الفرض

وإن كان في وقت العصر أو العشاء ولو بقي منه قدر ما يسع الله أكبر وجب قضاء ذلك الفرض والذي قبله وهو الظهر أو المغرب

التاسع : أن يعتقد أن الصلاة المفروضة التي يصليها فرض فمن اعتقدها سنه أو خلا قلبه عن العقيدتين أو التشكك في الفرضية لم تصح صلاته

العاشر : أن لا يعتقد ركنا من أركانها سنه ، فمن اعتقدها فروضا أوخلا قلبه عن العقيدتين أو تشكك في الفرضية أو اعتقد سنه من سنن الصلاة فرضا صحت صلاته

الحادي عشر : اجتناب مبطلات الصلاة الآتيه في جميع صلاته

الثاني عشر : معرفه كيفيتها بأن يعرف أعمالها وترتيبها كما يأتي


Kedelapan; Seorang wanita harus telah suci cari  haidh dan nifas, jadi sholat yang dikerjakan oleh wanita yang masih dalam keadaan haidh dan nifas itu tidak sah dan keduanya tidak diwajibkan meng-qodho’ (tidak diwajibkan mengerjakan sholat yang ditinggalkan selama haidh dan nifas).

Sedangkan ketika waktu sholat sudah tiba dan seorang wanita dalam keadaan suci kemudian wanita tersebut mengeluarkan darah haidh atau nifas setelah terlewatnya waktu yang mencukupi untuk mengerjakan kewajiban – kewajiban sholat tersebut (menutup aurot, bersuci dan mengerjakan sholat), maka diwajibkan bagi wanita tersebut untuk mengqodho’ sholat yang ditinggalkan tersebut (Sholat yang wajib diqodho’ hanya sholat yang ditinggalkan saat waktu sholat telah tiba dan tidak segera mengerjakan sholat).
.
Apabila haidh dan nifas telah berhenti dan tidak keluar kembali, maka :

1. Jika berhenti keluarnya darah tersebut pada waktu shubuh, dhuhur, atau maghrib dan masih tersisa waktu yang cukup untuk membaca “Allohu akbar” (takbirotul ihrom), (dan ia tidak bergegas sholat hingga waktunya keluar) maka wajib mengqodho’ sholat fardhu pada waktu itu (tergantung dari waktu berhentinya darah)..

2. Jika berhenti keluarnya pada waktu ashar atau isya’ dan masih tersisa waktu yang cukup untuk membaca “Allohu akbar” (dan ia tidak bergegas sholat hingga waktunya keluar), maka wajib mengqodho’ sholat fardhu pada waktu tersebut dan sholat fardhu sebelumnya, yaitu sholat dhuhur dan sholat maghrib (Apabila berhenti pada waktu ashar, wajib mengqodho’ sholat dhuhur dan ashar, sedangkan apabila berhenti pada waktu isya’ wajib mengqodho’ sholat maghrib dan isya’). 

( Keterangan : Maksud dari kalimat “masih tersisa waktu yang cukup untuk membaca Allohu akbar” adalah;  setelah haidh dan nifasnya berhenti keluar, masih tersisa waktu yang cukup untuk mengerjakan syarat – syaratnya sholat, yaitu bersuci dari najis dan hadats, setelah itu kemudian takbir untuk mengerjakan sholat, meskipun sebagian besar sholatnya dilakukan diluar waktu, dan sholatnya tetap dihukumi ada’, bukan qodho’).

Kesembilan; Meyakini bahwa sholat fardhu yang ia kerjakan hukumnya wajib, karena itu apabila seseorang meyakininya sebagai sebuah kesunatan atau tak meyakini keduanya atau ia ragu – ragu tentang kewajiban sholat tersebut maka sholatnya tidak sah.

Kesepuluh; tidak meyakini salah satu dari rukun – rukun sholat sebagai sebuah kesunatan, jadi apabila seseorang meyakini salah satu rukun tersebut sebagai sebuah kesunatan atau ia tidak meyakini keduanya atau ia ragu – ragu mengenai kewajiban rukun – rukun tersebut atau ia meyakinin rukun - rukun sholat sebagai suatu kewajiban, maka sholatnya tidak sah.

Kesebelas; Menjauhi perkara – perkara yang membatalkan sholat dalam keseluruhan sholatnya, yang akan dijelaskannanti.

Kedua belas; mengetahui tata cara mengerjakan sholat, dengan artian mengetahui semua pekerjaannya dan urutan – urutan praktek sholat, sebagaimana yang nanti akan dijelaskan.

..............................................................................................................................


Makmum sholat jum’at yang ketinggalan satu rakaat



Pertanyaan :
Assalamualaikum
Mau nanya masalah sholat jumat
Kalau kita ketinggalan 1 rokaat apa kita harus menambah 1 rokaat lagi dan wajib sholat dhuhur lagi?
Tolong dijawab beserta ibarot nya, dan kalau ada dari kitab fathul muin. 
Terima kasih

( Dari : Mas Agiel )


Jawaban :
Wa'alaikum salam warohmatullohi wabarokatuh

Jawaban dari permasalahan diatas diperinci sebagai berikut :

1. Apabila makmum yang ketinggalan satu roka’at sholat jum’at bersama imam tersebut telah mengikuti imam pada saat rukuk dan tuma’ninah, yang berarti ia telah dianggap mengerjakan satu rokaat sholat jum’at bersama imam, maka ia cukup menambahkan satu rokaat lagi setelah imamnya salam dan tidak usah mengerjakan sholat dhuhur sesudahnya.

2. Apabila ia mendapati imam dalam posisi sesudah rukuk atau mendapati imam dalam keadaan rukuk namun tidak sempat rukuk bersama imam dengan tuma’ninah, yang berarti ia tidak dianggap mendapatkan satu roka’at maka setelah imam salam, ia harus mengerjakan sholat dhuhur 4 roka’at. Sedangkan niatnya menurut pendapat yang ashoh tetap memakai niat sholat jum’at . 

Dalil dari perincian hokum diatas adalah hadits yang diriwayatkan sahabat Abu Hurairoh rodhiyallohu ‘anhu, bahwasanya Rosululloh shollallohu ‘alaihi wasallam bersabda;

مَنْ أَدْرَكَ رَكْعَةً مِنَ الصَّلاَةِ، فَقَدْ أَدْرَكَ الصَّلاَةَ

‘Barang siapa menemukan satu roka’at dalam sholat, maka ia telah menemukan sholat tersebut” (Shohih Bukhori, no.580 dan Shohih Muslim, no.607)

Wallohu a’lam.

( Dari : Berebes Van Java, Imam Cakep Aja Deeh, MB Ana'q Milyats, Ibnu Lail, Kudung Khantil Harsandi Muhammad dan Siroj Munir )


Referensi :

1. Fathul Mui’n, Hal : 195
2. Al-Majmu’ Syarah Al-Majmu', Juz : 4  Hal : 555 – 556


Ibarot :
Fathul Mui’n, Hal : 195


ولو أدرك المسبوق ركوع الثانية واستمر معه إلى أن سلم أتى بركعة بعد سلامه جهرا وتمت جمعته إن صحت جمعة الإمام

Al-Majmu’ Syarah Al-Majmu', Juz : 4  Hal : 555 – 556


قال المصنف رحمه الله : ومن دخل والامام في الصلاة أحرم بها فان أدرك معه الركوع من الثانية فقد أدرك الجمعة فإذا سلم الامام أضاف إليه أخرى وان لم يدرك الركوع فقد فاتت الجمعة فإذا سلم الامام أتم الظهر لما روى أبو هريرة قال " قال رسول الله صلى الله عليه وسلم من أدرك ركعة من الجمعة فليصل إليها أخرى
.......................................
الشرح : حديث أبي هريرة هذا رواه الحاكم في المستدرك من ثلاث طرق وقال أسانيدها صحيحة ورواه ابن ماجه والدارقطني والبيهقي وفي إسناده ضعف ويغني عنه حديث أبي هريرة أن النبي صلى الله عليه وسلم قال " من أدرك ركعة من الصلاة فقد أدرك الصلاة " رواه البخاري ومسلم وبهذا الحديث احتج مالك في الموطأ والشافعي في الأم وغيرهما قال الشافعي معناه لم تفته تلك الصلاة ومن لم تفته الجمعة صلاها ركعتين (وقوله) في حديث الكتاب فليصل إليها أخرى وهو بضم الياء وفتح الصاد وتشديد اللام
أما الاحكام فقال الشافعي والأصحاب إذا أدرك المسبوق ركوع الإمام في ثانية الجمعة بحيث اطمأن قبل رفع الإمام عن أقل الركوع كان مدركا للجمعة فإذا سلم الإمام أتى بثانية وتمت جمعته وإن أدركه بعد ركوعها لم يدرك الجمعة بلا خلاف عندنا فيقوم بعد سلام الإمام إلى أربع للظهر وفي كيفية نية هذا الذي أدركه بعد الركوع وجهان حكاهما صاحب البيان وغيره (أحدهما) ينوي الظهر لأنها التي تحصل له (وأصحهما) وبه قطع الروياني في الحلية وآخرون وهو ظاهر كلام المصنف والجمهور ينوي الجمعة موافقة للإمام

Terjemah Kitab Safinatus Sholat (waktu sholat – menutupi aurot)

Terjemah kitab : Safinatus Sholat

Penulis : Sayyid Abdulloh bin Umar Al-Hadhromi

Oleh : Siroj Munir

.........................................................................

الثالث: دخول الوقت وهو

 زوال الشمس للظهر

وبلوغ ظل كل شئ مثله زائدا على ظل الإستواء للعصر

وغروب الشمس للمغرب

وغروب الشفق الأحمر للعشاء

وطلوع الفجر الصادق المعترض جنوبا وشمالا للفجر

فتجب الصلاة في هذة الأوقات وتقديمها عليها وتأخيرها عنها من أكبر المعاصي وأفحش السيئات

الرابع : ستر ما بين سرة الرجل وركبته وجميع بدن المرأه إلا وجهها وكفيها

ويجب عليها ستر جزء من جوانب الوجه والكفين وعلى الرجل ستر جزء من سرته وما حاذاها وجوانب ركبتيه

وعليهما الستر من الجوانب لا من أسفل

ويجب أن يكون الستر يمنع حكاية لون البشرة

وأن يكون ملبوسا أو غير ملبوس فلا تكفي ظلمة وخيمة صغيرة

الخامس : استقبال القبلة بالصدر في القيام والقعود وبالمنكبين ومعظم البدن في غيرهما إلا إذا اشتد الخوف المباح ولم يمكنه الاستقبال فيصلي كيف أمكنه ولا إعادة عليه

السادس : أن يكون المصلي مسلما

السابع : أن يكون عاقلا فالمجنون والصبي الذي لم يميز لا صلاة عليهما ولا تصح منهما


Ketiga; masuknya waktu sholat, yaitu :

1. Tergelincirnya matahari (condongnya cahaya matahari ke arah barat setelah sebelumnya tepat berada ditengah) untuk sholat dhuhur.

2. Bayangan semua benda telah melebihi bayangan yang sama dari benda tersebut (semisal panjang suatu benda 1 meter, bayangannya melebihi 1 meter) untuk sholat ashar.

3. Terbenamnya matahari untuk sholat maghrib.

4. Terbenamnya sinar merah dari matahari setelah terbenam untuk sholat isya’.

5. Munculnya fajar shodiq, yaitu fajar yang sinarnya melintang kea rah selatan dan utara, untuk sholat fajar (sholat shubuh).

Maka diwajibkan mengerjakan sholat pada waktu – waktu ini, karena itu mengerjakan sholat sebelum masuk waktunya dan mengakhirkannya dari waktunya adalah termasuk dari beberapa dosa besar dan sekeji - kejinya perbuatan – perbuatan yang buruk.

Keempat; Menutup bagian tubuh diantara pusar seorang pria dan lututnya, dan menutup semua bagian tubuh wanita kecuali muka dan kedua telapak tangannya.

Selain itu diwajibkan bagi wanita untuk menutupi bagian dari sisi - sisi muka dan kedua telapak tangan, dan diwajibkan bagi lelaki menutupi bagian dari pusarnya dan bagian tubuh yang sejajar dengannya dan juga sisi – sisi kedua lututnya.

Begitu juga diwajibkan bagi keduanya untuk menutupi aurot dari arah sekelilingnya (depan, belakang, kanan dan kirinya) bukan dari arah bawahnya (jika terlihat dari bawah sholatnya tetap sah).

Diwajibkan pula penutupan aurot tersebut dapat mencegah terlihatnya warna kulit (warna kulitnya tidak terlihat dalam jarak ketika berhadap – hadapan dengan lawan bicara),

Dan diwajibkan pula yang dipakai sebagai penutup aurot tersebut berupa pakaian atau yang lainnya (semisal tanah liat). Maka dari itu tidak dianggap mencukupi keadaan yang gelap dan kemah yang kecil (maksudnya sholat dengan tidak menutupi aurot didalam kegelapan atau tenda yang kecil tidak sah, karena tenda kegelapan dan tenda kecil tidak dianggap sebagai penutup aurot).

Kelima; Menghadap kiblat dengan dada pada saat berdiri (bagi orang yang sholat berdiri), duduk (bagi orang yang sholatnya dengan duduk), dan dengan kedua pundak dan sebagian besar anggota badan pada selain keduanya 9selain sholat dalam keadaan berdiri atau duduk). Kecuali apabila seseorang dalam keadaan takut yang diperbolehkan menurut agama (seperti dalam peperangan, lari karena menghindari banjir, kebakaran atau binatang buas) dan tidak memungkinkan baginya untuk menghadap kiblat, maka dalam keadaan seperti ini seseorang bisa mengerjakan sholat sebisanya (menghadap kea rah manapun) dan tidak diwajibkan bahinya untuk mengulangi lagi sholatnya.

Keenam; orang yang akan mengerjakan sholat adalah orang yang beragama islam.

Ketujuh; orang tersebut sempurna akalnya, karena itu orang gila dan anak kecil yang belum tamyiz tidak diwajibkan mengerjakan sholat dan sholat yang dikerjakan oleh keduanya tidak sah. 

....................................................................................................................................


Terjemah kitab Safinatus Sholat (Wudhu dan Mandi)

Terjemah kitab : Safinatus Sholat

Penulis : Sayyid Abdulloh bin Umar Al-Hadhromi

Oleh : Siroj Munir

.............................................................................

الثاني : طهارة بالوضوء والغسل

وأما الوضوء ففروضه ستة

الأول: نية الطهارة للصلاة أو رفع الحدث أو نحوهما بالقلب مع أول غسل الوجه
.
الثاني: غسل الوجه من مبدأ تسطيح الجبهة إلى منتهى الذقن ومن الأذن إلى الأذن إلا باطن لحية الرجل وعارضيه الكثيفين

الثالث: غسل اليد مع المرفقين

الرابع: مسح أقل شئ من بشرة الرأس أو من شعره إذا لم يخرج الممسوح منه بالمد عن حد الرأس

الخامس: غسل الرجلين مع الكعبين

السادس: ترتيبه كما ذكرناه

ويجب في الوجه واليدين والرجلين غسل جزء فوق حدودها من جميع جوانبها وأن يجري الماء بطبعه على جميع أجزائها

ويبطل الوضوء

  كل ما خرج من القبل والدبر عينا وريحا

ولمسهما ببطون الراحة أو بطون الأصابع من نفسه أو غيرة ولولولده الصغير

وتلاقي بشرتي ذكر وأنثى بلغا حد شهوة ليس بينهما محرمية بنسب أو رضاع أو مصاهرة بلا حائل

وزوال العقل إلا من نام قاعدا ممكنا حلقة دبره وما حوله

وأما الغسل فيجب على الرجل والمرأة 

إذا خرج لأحدهما منيُ في يقظة أو نوم ولو قطرة 

وإذا أولجت الحشفة في دبر أو قبل وإن لم يخرج منيُ ولا وقع انتشار 

ويجب على المرأة إذا انقطع حيضها أو نفاسها 

أو ولدت ولو علقة

وفروض الغسل اثنان

الأول: نية الطهارة أو رفع الحدث الأكبر أو نحوهما بالقلب مع أول جزء يغسله من بدنه فما غسله قبلها لا يصح فيجب إعادة غسله بعدها

الثاني: تعميم بدنه فما غسله قبلها لا يصح فيجب غسل باطن كثيف الشعر ويجب غسل ما يراه الناظر من الأذن وما يظهر حال التغوط من الدبر وطبقاته وما يظهر من فرج المرأة إذا جلست على قدميها وباطن قلفة من لم يختن وما تحتها فيجب أن يجري الماء بطبعه على كل ذلك


Kedua; bersuci (dari hadats) dengan wudhu dan mandi

Adapun wudhu, maka fardhu – fardhunya ada enam :

1. Niat bersuci untuk sholat atau niat menghilangkan hadats atau yang serupa dengan kedua niat tersebut, niatnya dilakukan dalam hati bersamaan dengan membasuh bagian pertama dari wajah.

2. Membasuh muka dari bagian permulaan bentangan kening (tempat tumbuhnya rambut) sampai ujung dagu dan dari kuping ke kuping, kecuali bagian dalam jenggot seorang lelaki yang lebat dan bulu yang tumbuh pada kedua pipinya yang lebat.

3. Membasuh tangan beserta kedua siku.

4. Mengusap sedikit bagian dari kulit kepala atau rambut dikepala dengan syarat rambut yang diusap tersebut tidak keluar dari batas kepala.

5. Membasuh kedua kaki beserta kedua mata kaki.

6. Semua hal diatas dilakukan secara berurutan sesuai penjelasan yang telah dituturkan.

Dan ketika membasuh muka, kedua tangan dan kedua kaki diwajibkan membasuh pula bagian diluar batas – batasnya dari semua sisinya dan mengalirkan air dengan sendirinya keseluruh bagian – bagiannya.

Sedangkan wudhu dihukumi batal sebab ;

1. Segala sesuatu yang keluar dari qubul (alat kelamin) dan dubur, yang berupa suatu benda dan angin.

2. Menyentuh qubul atau dengan bagian dalam telapak tangan atau bagian dalam jari – jari tangan, baik yang disentuh adalah qubul atau duburnya sendiri atau milik orang lain, dan bahkan milik anaknya yang masih kecil sekalipun.

3. Persentuhan kulit laki – laki dan perempuan yang sudah sampai pada batasan dapat menimbulkan syahwat yang tidak memiliki hubungan mahrom karena nasab, satu persusuan atau besanan, dengan tanpa adanya penghalang.

4. Hilangnya kesadaran, kecuali bagi orang yang tidur dalam keadaan duduk yang tetap lingkaran dubur dan sekitarnya (tidak terbuka duburnya saat tidur). 


Sedangkan mandi, diwajibkan bagi laki – laki dan wanita apabila;

1. Salah satu dari keduanya mengeluarkan mani, dalam keadaan tidur atau terjaga, meskipun hanya setetes.

2. Hasyafah (ujung penis yang terlihat ketika sudah dikhitan) dimasukkan kedalam dubur atau qubul (berhubungan intim), meskipun tidak sampai mengeluarkan mani dan tidak terjadi ereksi (menegangnya penis).

3. Seorang wanita telah tuntas haidnya atau nifasnya,

4. Seorang wanita melahirkan, meskipun hanya berupa segumpal darah. 



Fardhu – fardhu mandi itu ada dua :

1. Niat bersuci, menghilangkan hadats atau yang kedua niat tersebut, naiatnya dilakukan didalam hati bersamaan dengan membasuh bagian pertama dari tubuhnya. Karena itu, pembasuhan yang dilakukan sebelumnya tidak sah (tidak dianggap), maka wajib mengulangi membasuhnya setelah niat.

2. Meratakan (air ke seluruh) badannya, karena itu mandi yang dikerjakan sebelum meratakan basuhan ke semua anggota badan badan tidak dihukumi sah. Maka dari itu diwajibkan membasuh :

• Bagian dalam rambut yang lebat,

• Bagian telinga yang bisa dilihat orang,

• Bagian dubur dan lipatan - lipatannya yang terlihat ketika buang air besar

• Bagian dari farji (vagina) seorang wanita yang terlihat ketika ia berjongkok

• Bagian dalam kulup orang yang belum dikhitan dan juga bagian bawahnya.

Maka diwajibkan mengalirkan air dengan sendirinya ke semua bagian – bagian tersebut.

...................................................................................................................................................