Template information

Home » , » Kajian Kitab Al-waroqot : Amar/Perintah (Bagian 5)

Kajian Kitab Al-waroqot : Amar/Perintah (Bagian 5)

يدْخل فِي خطاب الله تَعَالَى الْمُؤْمِنُونَ
وَأما الساهي وَالصَّبِيّ وَالْمَجْنُون فهم غير داخلين فِي الْخطاب

Sasaran perintah Allah adalah orang-orang mukmin jika dalam Alquran terdapat kata perintah maka perintah tersebut ditujukan kepada orang-orang yang beriman.

Orang yang lupa, anak-anak dan orang gila tidak termasuk dalam sasaran perintah.

Penjelasan
ORANG YANG MASUK DALAM PERINTAH DAN LARANGAN

1. Orang orang-yang termasuk dalam cakupan perintah dan larangan syari’at islam adalah semua orang yang beriman, baik laki-laki atu perempuan yang sudah baligh dan memiliki akal yang sehat.

2. Anak kecil (shobiy), orang yang sedang lupa (sahi), orang yang sedang tidur (na’im), orang yang sedang mabuk (sakron) danorang gila (majnun) tidak termasuk dalam cakupan khithob (perintah dan larangan syari’at) sebab mereka semua tidak termasuk dalam kategori orang yang mukallaf, yaitu orang yang sudah baligh, berakal sehat dan dalam keadaan sadar. Rosululloh bersabda;

رُفِعَ الْقَلَمُ عَنْ ثَلَاثَةٍ: عَنِ النَّائِمِ حَتَّى يَسْتَيْقِظَ، وَعَنِ المُبْتَلَى حَتَّى يَبْرَأَ، وَعَنِ الصَّبِيِّ حَتَّى يَكْبُرَ

"Pena (pencatat amal dan dosa) itu diangkat dari tiga golongan; orang yang tidur hingga terbangun, orang gila hingga ia waras, dan anak kecil hingga ia baligh." (Sunan Abu Dawud, no.4398)

Sedangkan dalil-dalil yang seolah-olah menyatakan bahwa mereka di-taklif maka sebenarnya tidaklah seperti itu.

Contohnya, terdapat dalil yang menyatakan bahwa anak kecil yang sudah berumur 7 tahun dan kalau meninggalkannya pada usia 10 tahun maka ia dipukul, sebagaimana dijelaskan dalam dalam sabda Rosululloh shollallohu ‘alaihi wasallam;

مُرُوا الصِّبْيَانَ بِالصَّلَاةِ لِسَبْعِ سِنِينَ، وَاضْرِبُوهُمْ عَلَيْهَا فِي عَشْرٍ

“Perintahkan anak-anak kecil untuk mengerjakan sholat ketika telah berumur 7 tahun, dan pukullah mereka ketika sudah berumur 10 tahun” (Mustadrok Lil-Hakim, no.708, Sunan Baihaqi, no.5092)

Sebenarnya yang diperintah dalam hadits tersebut bukanlah anaknya tapi orang yang mengurusinya (walinya).

Contoh lainnya adalah dalil yang menyatakan bahwa orang yang tidur dan lupa wajib sholat, sebagaimana dijelaskan dalam sabda Rosululloh shollallohu ‘alaihi wasallam;

إِذَا رَقَدَ أَحَدُكُمْ عَنِ الصَّلَاةِ، أَوْ غَفَلَ عَنْهَا، فَلْيُصَلِّهَا إِذَا ذَكَرَهَا

"Jika salah seorang diantar kalian ketiduran dari (tidak mengerjakan) shalat, hendaknya ia mengerjakan ketika ingat, sebab Allah Ta'ala berfirman; Dirikanlah shalat untuk mengingat-Ku." (Shohih Muslim, no.684)

Maksudnya adalah perintah bagi orang yang tidur yang menyebabkan ia tidak mengerjakan sholat dan orang yang lupa mengerjakan sholat untuk mengerjakannya ketika mereka sudah bangun dari tidurnya dan ingat bahwa ia belum sholat bagi orang yang lupa. Jadi perintah itu bukanlah perintah bagi orang yang tidur atau lupa, karena orang yang sedang tidur atau lupa tidak mukallaf.

Begitu juga larangan mengerjakan sholat bagi orang yang mabuk yang dijelaskan dalam firman Alloh;

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَقْرَبُوا الصَّلَاةَ وَأَنْتُمْ سُكَارَى حَتَّى تَعْلَمُوا مَا تَقُولُونَ

“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian sholat, sedang kamu dalam Keadaan mabuk, sehingga kalian mengerti apa yang kamu ucapkan” (Q.S. An-Nisa’ : 43)

Ayat tersebut bukanlah larangan yang ditujukan bagi orang yang sedang mabuk, tapi larangan bagi orang yang dalam keadaan sadar agar tidak mabuk ketika akan mengerjakan sholat.

Referensi
1. Syarah Al-Waroqot Lil-Mahalli, Hal : 112
2. Syarah Al-Waroqot Li Ibnu Firkah, Hal : 149
3. Ushulul Fiqh Al-islami Li Wahabah Az-Zuhaili, Juz : 1  Hal : 159 - 160


Kajian Kitab : "Al-Waroqot Fi Ushulil Fiqh"

0 komentar:

Posting Komentar