Pertanyaan:
Assalamu'alaikum akhi wa ukhti..
Saya mau tanya, bagaimanakah islam memandang hukum perayaan ultah?
Terimakasih...
(Dari: HusainBianconerri Juventini)
Jawaban:
Wa'alaikum salam warahmatullahi wabarakatuh
Merayakan hari ulang tahun adalah suatu kebiasaan yang dikerjakan oleh masyarakat yang dilakukan dengan cara yang berbeda-beda, didaerah perkotaan biasanya perayaan hari ulang tahun dilakukan dengan berpesta yang seringkali menghabiskan dana yang tidak sedikit jumlahnya. Sedangkan didesa, khususnya masyarakat jawa pada waktu-waktu tertentu merayakan kelahiran (tironan) dengan cara membuat makanan yang dibagi-bagikan kepada tetangga dan kerabat, atau dengan mengundang mereka untuk ikut dalam acara do'a bersama untuk mendo'akan orang yang sedang berulang tahun.
Dalam khazanah ilmu fiqih terdapat satu qoidah yang cukup populer berbunyi: "Al-Ashlu Fil 'Adat Al-Ibahah" (hukum asal dari semua adat adalah mubah). Yang dimaksud dengan adat disini adalah setiap perkara yang sudah biasa dikerjakan oleh masyarakat, sedangkan maksud dari mubah adalah bahwa perkara tersebut boleh dikerjakan dan juga ditinggalkan, dengan batasan selama tidak bertentangan dengan aturan agama.
Berdasarkan qoidah ni para ulama' menetapkan bahwa setiap perkara yang sudah menjadi kebiasaan masyarakat, dan dilakukan untuk memenuhi kebutuhannya dan juga dalam pergaulan bermasyarakat, baik itu yang berkaitan dengan makanan, perkumpulan-perkumpulan, perayaan-perayaan, dan lainnya, hukum asalnya adalah mubah asalkan tidak menyalahi syari'at islam.
Setelah kita mengetahui gambaran mengenai kebiasaan masyarakat dalam merayakan ulang tahun dan pandangan ulama' dalam menanggapi kebiasaan masyarakat, dapat disimpulkan bahwa hukum merayakan hari ulang tahun pada dasarnya adalah boleh, selama tidak dilakukan dengan cara-cara yang melanggar agama, seperti berlebih-lebihan (isrof), terjadinya percampuran antara lawan jenis (ikhthilath) yang diharamkan, dan hal-hal lain yang dilarang agama. Jadi hendaknya perayaan ulang tahun dilakukan dengan hal-hal yang baik, semisal merenungkan keadaan dirinya (muhasabatun nafsi), berdo'a agar menjadi pribadi yang lebih baik, bersedekah kepada fakir miskin, anak yatim, dan amal-amal kebajikan lainnya. Wallahu a'lam.
(Dijawab oleh: Al Murtadho dan Siroj Munir)
Referensi:
1. Al-Qowa'id al-Fiqhiyyah Wa Tathbiquha Fil Madzahib al-Arba'ah, jilid 2, hal. 769-770
الأصل في العادات الإباحة
التوضيح: -إلى أن قال- والإباحة هي الإطلاق والإذن، وشرعاً: تخيير المكلف: بين الفعل والترك
والعادة: هي الاستمرار على شيء مقبول للطبع السليم، والمعاودة إليه مرة بعد أخرى، وتصبح بتكرارها ومعاودتها معروفة مستقرة في النفوس والعقول، ومتلقاة بالقبول، ويعتبر الأصل في العادات الإباحة إلا إذا خالفت نصاً، أو ورد عليها الحظر والمنع والإبطال، فتلغى
التطبيقات: -إلى أن قال- 2 - الأمور التي يعتادها الناس لتأمين مصالحهم وحاجاتهم وعلاقاتهم الاجتماعية، مما لا يتعارض مع الشرع، ويعتادون عليها، فالأصل فيها الإباحة، كعادات الطعام، والاحتفالات، والاجتماعات، والأفراح، والحفلات، والزيارات، وغيرها، وتصبح عادة خاصة، أو عرفاً عاماً، أو تعارفاً خاصاً في بلدة، أو فئة، أو تخصص
2. Syarah al-Yaqut an-Nafis, hal. 170
وهناك أعياد ميلاد قد يفرح الإنسان ويتذكر ميلاده إنما علي المسلم أن يجعل ميلاده مناسبة لمحاسبة نفسه ويعمل مقارنة بين عام وعام هل ازداد وتقدم ام نقص وتأخر؟ هذا شيء جميل ولا يكون ذلك لمجرد التقليد ولا للسرف والأعياد المجازية والتقليدية كثيرة وكل فرد يتمني عليه العيد في خير وعافية ولطف وسعادة وإلي زيادة نسأل الله أن يعيد علينا عوائده الجميلة
0 komentar:
Posting Komentar