Template information

Home » , , , , , » Penggunaan mikroba dan produk mikrobial dalam produk pangan - Fatwa MUI

Penggunaan mikroba dan produk mikrobial dalam produk pangan - Fatwa MUI




FATWA
MAJELIS ULAMA INDONESIA
Nomor 01 Tahun 2010

Tentang
PENGGUNAAN MIKROBA DAN PRODUK MIKROBIAL
DALAM PRODUK PANGAN
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ


Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) setelah:

MENIMBANG:
a. bahwa penggunaan mikroba dan produk microbial untuk produk makanan banyak dilakukan di dalam proses produksi makanan, minuman, obat-obatan dan kosmetika;

b. bahwa terhadappenggunaan mikroba dan produk microbial tersebut muncul pertanyaan ditengah masyarakat mengenai hukumnya;

c. bahwa oleh karena itu dipandang perlu adanya fatwa tentang hukum penggunaan mikroba dan produk microbial dalam produk pangan untuk dijadikan pedoman.

MENGINGAT:
1. Firman Allah SWT:

يَا أَيُّهَا النَّاسُ كُلُوا مِمَّا فِي الْأَرْضِ حَلَالًا طَيِّبًا وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ

Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu. (QS. Al-Baqarah [2] :168)

وَيُحِلُّ لَهُمُ الطَّيِّبَاتِ وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ الْخَبَائِثَ

“(Yaitu) menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk” (QS. Al-A’raf [7]:168)

هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُمْ مَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا

“Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu” (QS. Al-Baqarah [2]: 29)

2. Hadits Rasulullah s.a.w.; antara lain:

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، عَنْ مَيْمُونَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سُئِلَ عَنْ فَأْرَةٍ سَقَطَتْ فِي سَمْنٍ، فَقَالَ: أَلْقُوهَا وَمَا حَوْلَهَا فَاطْرَحُوهُ وَكُلُوا سَمْنَكُمْ

“Dari Ibn ‘Abbas r.a dari Maimunah r.a. Bahwasanya Nabi s.a.w pernah ditanya tentang tikus yang jatuh dalam samin, beliau bersabda: “Ambil tikus itu dan apa yang ada di sekitarnya kemudian buang, dan makanlah samin kalian” (HR. Bukhari)

عَنْ أَبِي ثَعْلَبَةَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِنَّ اللهَ فَرَضَ فَرَائِضَ فَلَا تُضَيِّعُوهَا، وَنَهَى عَنْ أَشْيَاءَ فَلَا تَنْتَهِكُوهَا، وَحَدَّ حُدُودًا فَلَا تَعْتَدُوهَا، وَغَفَلَ عَنْ أَشْيَاءَ مِنْ غَيْرِ نِسْيَانٍ فَلَا تَبْحَثُوا عَنْهَا (رواه الطبراني فى المعجم الكبير   

“Dari Abi Tsa’labah r.a ia berkata: Rasulullah s.a.w bersabda: “Sesungguhnya Allah telah memfardlukan hal-hal yang fardlu maka jangan kalian sia-siakan, dan melarang beberapa hal maka jangan kalian melanggarnya, dan menetapkan batasan-batasan maka jangan kalian melampauinya, dan mengalpakan beberapa hal tanpa lupa maka jangan kalian cari-cari tentangnya” (HR. Thabrani dalam al-Mu’jam al-Kabir 16/93)

لَا ضَرَرَ وَلَا ضِرَارَ (رواه ابن ماجة والدارقطني

“Janganlah membuat mudarat pada diri sendiri dan pada orang lain.” (HR. Ibnu Majah dan Daruqutni).

3. Qaidah fiqhiyyah

الضَّرَرُ يُزَالُ

“Kemudaratan itu harus dihilangkan.”

دَرْءُ الْمَفَاسِدِ أَوْلَى مِنْ جَلْبِ الْمَصَالِحِ

Mencegah mafsadah (kerusakan) lebih didahulukan daripada mengambil kemaslahatan.”

الْأَصْلُ فِي الْمَنَافِعِ الْإِبَاحَةُ

“Hukum asal dalam hal-hal yang bermanfaat adalah boleh.”

MEMPERHATIKAN :
1. Perbedaan pendapat di kalangan Ulama mengenai hukum barang cair (al-Maai’) yang terkena najis. Imam al-Zuhri dan Imam al-Auza’y berpendapat bahwa benda cair dihukumi sama dengan hukum cair,:

مذهبهما أن حكم المائع مثل حكم الماء في أنه لا ينجس إلا إذا تغير بالنجاسة فإن لم يتغير فهو طاهر وهو مذهب ابن عباس وابن مسعود

"Pendapat Imam al-Zuhri dan al-Auzay menyatakan bahwa hukum benda cair sama dengan hukum air, yaitu ia tidak berubah menjadi najis kecuali jika berubah sebab adanya najis. Jika tidak berubah maka ia tetap dalam kondisi suci. Ini juga pendapat Ibn ‘Abbas dan Ibn Mas’ud”.

2. Pendapat para fuqaha tentang tumbuhan yang hidup di atas kotoran, yang antara lain termaktub dalam kitab Raudlah al-Thalibin, Hasyiyah al-Qalyubi dan Asna al-Mathalib:

وَأَمَّا الزَّرْعُ النَّابِتُ عَلَى السِّرْجِينِ. فَقَالَ الْأَصْحَابُ: لَيْسَ هُوَ نَجِسُ الْعَيْنِ، لَكِنْ يَنْجُسُ بِمُلَاقَاةِ النَّجَاسَةِ. فَإِذَا غُسِلَ، طَهُرَ، وَإِذَا سَنْبَلَ، فَحَبَّاتُهُ الْخَارِجَةُ طَاهِرَةٌ

“Adapun tumbuhan yang hidup di atas kotoran maka al-Ashhab berpendapat: ia tidak najis ‘aini tetapi menjadi najis akibat terkena najis. Apabila telah dibersihkan maka menjadi suci dan apabila muncul bulir maka bulir yang keluar dari tumbuhan tersebut adalah suci”.

وَالْبَقْلُ النَّابِتُ فِي النَّجَاسَةِ طَاهِرٌ، وَمَا لَاقَى النَّجَاسَةَ مِنْهُ مُتَنَجِّسٌ يَطْهُرُ بِالْغَسْلِ (حاشية القليوبي

“Sayuran yang tumbuh di media yang najis adalah suci sedang bagian yang terkena najis adalah mutanajjis yang dapat kembali suci dengan dibersihkan”.

وَلَا يُكْرَهُ الزَّرْعُ النَّابِتُ فِي النَّجَاسَةِ، وَإِنْ كَثُرَتْ

“Dan tidak dimakruhkan tanaman yang tumbuh di media yang najis meskipun banyak”.

3. Pendapat, saran, dan masukan yang berkembang dalam Sidang Komisi Fatwa pada Rapat Komis Fatwa tanggal 13 januari 2010 dan 19Januari 2010.

Dengan bertawakkal kepada Allah SWT

MEMUTUSKAN:

MENETAPKAN : FATWA TENTANG HUKUM PRODUK MIKROBIAL

Ketentuan umum:
1. Mikroba adalah organism mikroskopik yang berukuran sekitar seperseribu millimeter (1 mikrometer) dan hanya dapat dilihat dengan menggunakan alat bantu mikroskop.

2. Produk microbial adalah produk yang diperoleh dengan bantuan mikroba yang dapat berupa sel mikroba itu sendiri atau berupa hasil metabolism mikroba, antara lain berupa protein, vitamin, asam organic, pelarut organik, dan asam amino.

Ketentuan Hukum :
1. Mikroba pada dasarnya halal selama tidak membahayakan dan tidak terkena najis.

2. Mikroba yang tumbuh pada media pertumbuhan yang suci hukumnya halal.

3. Mikroba yang tumbuh pada media pertumbuhan yang najis, apabila dapat dipisahkan antara mikroba dan medianya maka hukumnya halal setelah disucikan.

4. Produk mikrobial dari mikroba yang tumbuh pada media pertumbuhan yang suci hukumnya halal.

5. Produk mikrobial dari mikroba yang tumbuh pada media pertumbuhan yang yang najis, apabila dapat dipisahkan antara mikroba dan medianya maka hukumnya halal setelah disucikan.

6. Mikroba dan produk mikrobial dari mikroba yang memanfaatkan unsur babi sebagai media pertumbuhan hukumnya haram.

7. Mikroba dan produk mikrobial daei mikroba yang tumbuh pada media pertumbuhan yang terkena najis kemudian disucikan secara syar’i (tathhir syar’an), yakni melalui produksi dengan komponen air mutlaq minimal dua qullah (setara dengan 270 liter) hukumnya halal.

Ditetapkan di : Jakarta
Pada tanggal : 3 Shafar 1431 H
19 Januari 2010 M


MAJELIS ULAMA INDONESIA
KOMISI FATWA

Ketua

Dr. H. M. ANWAR IBRAHIM

Sekretaris

Dr. H. HASANUDIN, M.Ag

0 komentar:

Posting Komentar