Template information

Home » , , » Menambah Kata "Sayyidina" Sebelum Nama Nabi Muhammad Dan Orang Shaleh - Lembaga Fatwa Mesir

Menambah Kata "Sayyidina" Sebelum Nama Nabi Muhammad Dan Orang Shaleh - Lembaga Fatwa Mesir



Menambah Kata "Sayyidina" Sebelum Nama Nabi Muhammad

Nomor Urut : 292
Tanggal Jawaban : 09/11/2004

Memperhatikan permintaan fatwa No. 2724 tahun 2004 , yang berisi: Apa hukum menambahkan kata "sayyidina" sebelum nama Nabi Muhammad saw., serta para ahlul bait dan wali-wali Allah yang saleh?

Jawaban : Mufti Agung Prof. Dr. Ali Jum'ah Muhammad


Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam adalah sayyid (penguhulu/pemimpin) seluruh makhluk. Hal ini berdasarkan ijmak seluruh kaum muslimin. Nabi saw. sendiri telah menjelaskan hal itu dalam sabda beliau;

أَنَا سَيِّدُ وَلَدِ آدَمَ

"Saya adalah sayyid (penghulu) anak Adam."

Dalam riwayat lain;

أَنَا سَيِّدُ النَّاسِ

"Saya adalah sayyid (penghulu) manusia." (Muttafaq alaih).

Di dalam Alquran, Allah subhanahu wata’ala memerintahkan umat Islam untuk menghormati dan mengagungkan beliau. Alalh berfirman;

إِنَّا أَرْسَلْنَاكَ شَاهِدًا وَمُبَشِّرًا وَنَذِيرًا. لِتُؤْمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَتُعَزِّرُوهُ وَتُوَقِّرُوهُ وَتُسَبِّحُوهُ بُكْرَةً وَأَصِيلًا

"Sesungguhnya Kami mengutus kamu sebagai saksi, pembawa berita gembira dan pemberi peringatan, supaya kamu sekalian beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, menguatkan (agama)Nya, membesarkan-Nya. Dan bertasbih kepada-Nya di waktu pagi dan petang." (QS. Al-Fath: 8-9).

Salah satu bentuk penghormatan dan pengagungan ini adalah dengan menyebutnya sebagai sayyid. Hal ini sebagaimana ditegaskan oleh Qatadah dan Suddi, "Makna tuwaqqirûhu (memuliakannya) adalah tusawwidûhu (mensayyidkannya/memuliakannya)." Para sahabat juga telah menggunakan kata ini dalam perbincangan mereka. Diriwayatkan dari Sahl bin Hunaif r.a., dia berkata, "Pada suatu hari kami melewati suatu aliran air. Saya lalu menceburkan diri ke dalamnya dan mandi di sana. Ketika selesai saya terkena demam. Keadaan saya itu lalu diceritakan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, maka beliau bersabda;

مُرُوْا أَبَا ثَابِتٍ يَتَعَوَّذُ، قُلْتُ: يَا سَيِّدِي وَالرُّقَى صَالِحَةٌ؟ قَالَ: لاَ رُقْيَةَ إِلاَّ فِيْ نَفْسٍ أَوْ حُمَةٍ أَوْ لَدْغَةٍ

"Suruhlah Abu Tsabit untuk berta'awudz." Lalu saya bertanya kepada beliau, "Wahai Sayyidi, apakah ruqyah itu bermanfaat?" Beliau menjawab, "Tidak boleh melakukan ruqyah kecuali karena 'ain, sengatan hewan beracun dan sengatan kalajengking." (HR. Ahmad dan Hakim. Hakim berkata, "Sanadnya shahih.").

Begitu juga para sahabat menggunakan kata "sayyid" ini dalam lafal shalawat yang mereka ucapkan. Diriwayatkan dari Ibnu Mas'ud radhiyallohu ‘anhu, dia berkata;

إِذَا صَلَّيْتُمْ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ فَأَحْسِنُوا الصَّلاَةَ عَلَيْهِ، فَإِنَّكُمْ لاَ تَدْرُونَ لَعَلَّ ذَلِكَ يُعْرَضُ عَلَيْهِ، فَقَالُوا لَهُ: فَعَلِّمْنَا، قَالَ: قُولُوا: اللَّهُمَّ اجْعَلْ صَلاَتَكَ وَرَحْمَتَكَ وَبَرَكَاتِكَ عَلَى سَيِّدِ الْمُرْسَلِينَ، وَإِمَامِ الْمُتَّقِينَ، وَخَاتَمِ النَّبِيِّينَ، مُحَمَّدٍ عَبْدِكَ وَرَسُولِكَ، إِمَامِ الْخَيْرِ، وَقَائِدِ الْخَيْرِ، وَرَسُولِ الرَّحْمَةِ

"Jika kalian mengucapkan salawat kepada Rasulullah saw. maka gunakanlah kata-kata yang baik. Karena kalian tidak tahu mungkin saja salawat itu dihadapkan kepada beliau." Para murid Ibnu Mas'ud lalu berkata, "Kalau begitu ajarilah kami kata-kata yang tepat untuk bersalawat." Ibnu Mas'ud menjawab, "Katakanlah, 'Ya Allah, jadikanlah salawat-Mu, rahmat-Mu dan keberkahan-Mu untuk sayyid (penghulu) para Rasul, pemimpin orang-orang yang bertakwa dan penutup para nabi, Muhammad, hamba-Mu dan rasul-Mu, pemimpin kebaikan, panglima kebaikan, rasul pembawa rahmat,...." (HR. Ibnu Majah dan dihasankan oleh Mundziri).

Riwayat yang sama juga diriwayatkan dari Ibnu Umar r.a. oleh Ahmad bin Mani' dalam musnadnya, dan dia menghukuminya sebagai hadis hasan dengan syawâhidnya (penguat-penguatnya).

Adapun penyebutan kata sayyid untuk para makhluk yang lain selain Nabi saw., maka hal itu juga disyariatkan berdasarkan nash Alquran, Sunnah dan perbuatan umat secara terus menerus tanpa ada pengingkaran terhadapnya. Dalam Alquran, penjelasan mengenai hal ini disebutkan dalam firman Allah;

فَنَادَتْهُ الْمَلَائِكَةُ وَهُوَ قَائِمٌ يُصَلِّي فِي الْمِحْرَابِ أَنَّ اللَّهَ يُبَشِّرُكَ بِيَحْيَى مُصَدِّقًا بِكَلِمَةٍ مِنَ اللَّهِ وَسَيِّدًا وَحَصُورًا وَنَبِيًّا مِنَ الصَّالِحِينَ

"Kemudian Malaikat (Jibril) memanggil Zakariya, sedang ia tengah berdiri melakukan salat di mihrab (katanya), 'Sesungguhnya Allah menggembirakan kamu dengan kelahiran (seorang putramu) Yahya, yang membenarkan kalimat (yang datang) dari Allah, menjadi ikutan, menahan diri (dari hawa nafsu) dan seorang Nabi termasuk keturunan orang-orang saleh." (QS. Âli 'Imrân: 39).

Imam Qurthubi berkata, "Ayat ini menjelaskan kebolehan penamaan seseorang dengan kata sayyid, sebagaimana kebolehan pemberian nama seseorang dengan aziz atau karim."

Disebutkan juga dalam Alquran;

وَأَلْفَيَا سَيِّدَهَا لَدَى الْبَابِ

"Kedua-duanya mendapati suami wanita itu di muka pintu". (QS. Yûsuf: 25).

Sedangkan dalam Sunnah, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda mengenai Hasan dan Husein radhiyallahu 'anhumâ,

الْحَسَنُ وَالْحُسَيْنُ سَيِّدَا شَبَابِ أَهْلِ الْجَنَّةِ

"Hasan dan Husein adalah sayyid (penghulu) para pemuda surga." (HR. Tirmidzi dan Hakim. Keduanya menshahihkan hadis ini).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga pernah bersabda mengenai Hasan bin Ali,

إِنَّ ابْنِيْ هَذَا سَيِّدٌ

"Sesungguhnya cucuku ini adalah sayyid." (HR. Bukhari).

Juga sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kepada Fatimah ;

يَا فَاطِمَةُ أَلاَ تَرْضَيْنَ أَنْ تَكُوْنِي سَيِّدَةَ نِسَاءِ الْمُؤْمِنِيْنَ

"Wahai Fatimah, apakah kamu tidak rela untuk menjadi sayyidah (penghulu) para wanita surga." (HR. Bukhari).

Sabda beliau mengenai Saad bin Muadz radhiyallahu ‘anhu;

قُومُوْا إِلَى سَيِّدِكُمْ

"Berdirilah kalian semua kepada sayyid (pemimpin) kalian." (HR. Bukhari).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga pernah bersabda kepada Bani Salamah,

((مَنْ سَيِّدُكُمْ يا بَنِي سَلمة؟)) قالوْا: سَيِّدُنا جَدُّ بْنُ قَيْسٍ، عَلَى أَنَّا نُبَخِّلُهُ، قال: ((وَأَيُّ دَاءٍ أَدْوَى مِنَ الْبُخْلِ؟ بَلْ سَيِّدُكم عَمْرُو بْنُ الجَمُوْحِ))

"Siapakah sayyid (pemimpin) kalian, wahai Bani Salamah?" Mereka menjawab, "Sayyid kami adalah Jadd bin Qais. Hanya saja kami menganggapnya sebagai orang yang pelit." Beliau berkata, "Penyakit mana yang lebih merusak dari pelit? Yang tepat, sayyid kalian adalah 'Amr bin Jamuh." (HR. Bukhari dalam al-Adab al-Mufrad).

Dalam riwayat lain;

سَيِّدُكُمْ بِشْرُ بْنُ الْبَرَاءِ بْنِ مَعْرُوْرٍ

"Sayyid kalian adalah Bisyr bin Barra` bin Ma'rur." (HR. Thabrani dalam al-Mu'jam al-Kabîr).

Dan masih banyak lagi dalil yang menyebutkan mengenai kebolehan menyebut sayyid kepada para makhluk.

Adapun perbuatan umat yang terus menerus, misalnya adalah ucapan Umar mengenai Abu Bakar dan Bilal;

أَبُو بَكْرٍ سَيِّدُنَا وَأَعْتَقَ سَيِّدَنَا

"Abu Bakar adalah sayyid kami dan telah memerdekakan sayyid kami." (HR. Bukhari).

 Juga perkataan Ali mengenai anaknya, Hasan;

إِنَّ ابْنِي هَذَا سَيِّدٌ كَمَا سَمَّاهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ

 "Sesungguhnya anakku ini adalah sayyid sebagaimana dikatakan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam" (HR. Abu Dawud).

Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a. bahwa dia berkata kepada Hasan bin Ali;

يَا سَيِّدِي، فَقِيلَ لَهُ: تَقُولُ يَا سَيِّدِي؟! قَالَ: إِنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: إِنَّهُ لَسَيِّدٌ

"Wahai sayyidku." Lalu seseorang bertanya padanya, "Kamu mengatakan, 'Wahai sayyidku?' Abu Hurairah menjawab, "Saya mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengatakan bahwa dia adalah sayyid." (HR. Nasa`i dalam 'Amal al-Yaum wal-Lailah).

Penyebutan-penyebutan ini dengan tanpa adanya pengingkaran dari para sahabat yang lain menjadi ijmak sukuti. Dan ijmak sukuti itu adalah salah satu dalil syarak, sebagaimana dijelaskan dalam ilmu Ushul Fikih. Sejak zaman dahulu, umat Islam telah terbiasa memberi gelar sayyid kepada para keluarga Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam (ahlul bait) yang berasal dari keturunan Hasan dan Husein. Diriwayatkan dari Ibnu Mas'ud radhiyallahu ‘anghu dia berkata;

ما رَأَى الْمُسْلِمُونَ حَسَنـًا فَهُوَ عِنْدَ اللَّهِ حَسَنٌ، وَمَا رَأَوْا سَيِّئًا فَهُوَ عِنْدَ اللَّهِ سَيِّئٌ

"Sesuatu yang menurut kaum muslimin adalah perbuatan baik, maka menurut Allah itu adalah baik. Dan sesuatu yang menurut kaum muslimin adalah perbuatan jelek, maka menurut Allah itu adalah jelek." (HR. Ahmad).

Dengan demikian, penyebutan kata sayyid kepada para ahlul bait dan para wali Allah adalah perbuatan yang disyariatkan, bahkan dianjurkan karena mengandung sikap sopan santun, penghormatan dan pemuliaan terhadap mereka. Nabi saw. pernah bersabda,

لَيْسَ مِنَّا مَنْ لَمْ يُجِلَّ كَبِيْرَنَا وَيَرْحَمْ صَغِيرَنَا وَيَعْرِفْ لِعَالِمِنَا حَقَّهُ

"Bukan termasuk golongan kami orang yang tidak menghormati yang lebih tua dan menyayangi yang lebih kecil serta mengetahui hak ulama." (HR. Ahmad dan Hakim serta dia shahihkan dari Ubadah bin Shamit radhiyallahu ‘anhu.

Wallahu subhânahu wa ta'âlâ a'lam.


حكم إطلاق السيادة على النبي صلى الله عليه وآله وسلم

الرقـم المسلسل : 292
تاريخ الإجابة : 09/11/2004

اطلعنا على الطلب المقيد برقم 2724 لسنة 2004م المتضمن: ما حكم إطلاق السيادة على النبي صلى الله عليه وآله وسلم وأهل البيت وغيرهم من الأولياء والصالحين؟

الـجـــواب : فضيلة الأستاذ الدكتور علي جمعة محمد

      النبي صلى الله عليه وآله وسلم سيد الخلق بإجماع المسلمين، وقد أخبر عن نفسه الشريفة بذلك فقال صلى الله عليه وآلـه وسلم: «أَنَا سَيِّـدُ وَلَدِ آدَمَ»، وفي رواية «أَنَا سَيِّـدُ النَّاسِ» متفق عليه، وأمـرنا الله سبحانه وتعالى بتوقيره وتعظيمه فقال: ﴿إِنَّا أَرْسَلْنَاكَ شَاهِدًا وَمُبَشِّرًا وَنَذِيرًا * لِتُؤْمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَتُعَزِّرُوهُ وَتُوَقِّرُوهُ وَتُسَبِّحُوهُ بُكْرَةً وَأَصِيلًا﴾ [الفتح: 8 – 9]، ومن توقيره تسويدُه كما قـال قتادةُ والسُّدِّيُ: "وتوقروه": وتُسَوِّدُوهُ، وقـد خاطبه بذلك الصحابة رضي الله عنهم؛ فعن سهل بن حنيف رضي الله عنه قال: «مَرَرْنَا بِسَيْلٍ فَدَخَلْتُ فَاغْتَسَلْتُ مِنْهُ، فَخَرَجْتُ مَحْمُومًا، فَنُمِيَ ذَلِكَ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: مُرُوا أَبَا ثَابِتٍ يَتَعَوَّذُ، قُلْتُ: يَا سَيِّدِي وَالرُّقَى صَالِحَةٌ؟ قَالَ: لاَ رُقْيَةَ إِلاَّ فِي نَفْسٍ أَوْ حُمَةٍ أَوْ لَدْغَةٍ» أخرجه أحمد والحاكم وقال: صحيح الإسناد

      وكذلك فعلوا في الصلاة عليه؛ فعن عبد الله بن مسعود رضي الله عنه قال: «إِذَا صَلَّيْتُمْ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ فَأَحْسِنُوا الصَّلاَةَ عَلَيْهِ، فَإِنَّكُمْ لاَ تَدْرُونَ لَعَلَّ ذَلِكَ يُعْرَضُ عَلَيْهِ، فَقَالُوا لَهُ: فَعَلِّمْنَا، قَالَ: قُولُوا: اللَّهُمَّ اجْعَلْ صَلاَتَكَ وَرَحْمَتَكَ وَبَرَكَاتِكَ عَلَى سَيِّدِ الْمُرْسَلِينَ، وَإِمَامِ الْمُتَّقِينَ، وَخَاتَمِ النَّبِيِّينَ، مُحَمَّدٍ عَبْدِكَ وَرَسُولِكَ، إِمَامِ الْخَيْرِ، وَقَائِدِ الْخَيْرِ، وَرَسُولِ الرَّحْمَةِ» أخرجه ابن ماجه وحسنه المنذري، وكذلك ورد عن عبد الله بن عمر رضي الله عنهما كما أخرجه أحمد بن منيع في مسنده بسند حسن في الشواهد

      وأما إطلاق السيادة على غير النبي صلى الله عليه وآله وسلم من المخلوقين فهو كذلك أمر مشروع بنص الكتاب والسنة وفعل الأمة خلفًا عن سلفٍ من غير نكير

- فأما الكتاب: فقول الله تعالى عن سيدنـا يحيى عليه السلام: ﴿فَنَادَتْهُ الْمَلَائِكَةُ وَهُوَ قَائِمٌ يُصَلِّي فِي الْمِحْرَابِ أَنَّ اللَّهَ يُبَشِّرُكَ بِيَحْيَى مُصَدِّقًا بِكَلِمَةٍ مِنَ اللَّهِ وَسَيِّدًا وَحَصُورًا وَنَبِيًّا مِنَ الصَّالِحِينَ﴾ [آل عمران: 39]. قال الإمام القرطبي: "ففيه دلالة على جواز تسمية الإنسان سيدًا، كما يجوز أن يُسمِّى عزيزًا أو كريمًا" ا هـ، وقوله تعالى عن سيدنا يوسف وامرأة العزيز: ﴿وَأَلْفَيَا سَيِّدَهَا لَدَى الْبَابِ﴾ [يوسف: 25

- وأما السنة: فقول النبي صلى الله عليه وآله وسلم في شأن الحسن والحسين عليهما السلام: «الْحَسَنُ وَالْحُسَيْنُ سَيِّدَا شَبَابِ أَهْلِ الْجَنَّةِ» أخرجه الترمذي والحاكم وصححاه، وقوله صلى الله عليه وآله وسلم في شأن الحسن بن علي عليهما السلام: «إِنَّ ابْنِي هَذَا سَيِّدٌ» أخرجه البخاري، وقوله صلى الله عليه وآله وسلم للسيدة فاطمة عليها السلام: «يَا فَاطِمَةُ أَلَا تَرْضَيْنَ أَنْ تَكُونِي سَيِّدَةَ نِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ» أخرجه البخاري، وقوله صلى الله عليه وآله وسلم عن سعد بن معاذ رضي الله عنه: «قُومُوا إِلَى سَيِّدِكُمْ» أخرجه البخاري، وقوله صلى الله عليه وآله وسلم لبني سلمة: «مَنْ سَيِّدُكُمْ يا بَنِي سَلمَةَ؟ قالوا: سَيِّدُنا جَدُّ بْنُ قَيْسٍ، عَلَى أَنَّا نُبَخِّلُهُ، قال: وَأَيُّ دَاءٍ أَدْوَى مِنَ الْبُخْلِ؟ بَلْ سَيِّدُكم عَمْرُو بْنُ الجَمُوحِ» أخرجه البخاري في الأدب المفرد، وفي رواية: «سَيِّدُكُمْ بِشْرُ بْنُ الْبَرَاءِ بْنِ مَعْرُورٍ» أخرجها الطبراني في المعجم الكبير ... إلى غير ذلك من الأدلة الكثيرة التي تدل على جواز إطلاق "السيد" على المخلوق

- وأما فعل الأمة: فقول عمر الفاروق رضي الله عنه عن أبي بكر الصديق وبلال رضي الله عنهما: "أَبُو بَكْرٍ سَيِّدُنَا وَأَعْتَقَ سَيِّدَنَا" أخرجه البخاري، وقول عليّ عن ابنه الحسن عليهما السلام: «إِنَّ ابْنِي هَذَا سَيِّدٌ كَمَا سَمَّاهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ» أخرجه أبو داود، وقول أبي هريرة رضي الله عنه للحسن بن علي عليهما السلام: «يَا سَيِّدِي، فَقِيلَ لَهُ: تَقُولُ يَا سَيِّدِي؟! قَالَ: إِنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: إِنَّهُ لَسَيِّدٌ» أخرجه النسائي في عمل اليوم والليلة، وهذه الإطلاقات مع سماع الصحابة لها من غير نكير ولا معارض بمثابة الإجماع السكوتي وهو حجة كما تقرر في الأصول

      وقد درج المسلمون من قديم الزمان على إطلاق لقب السيادة على الذرية النبوية الطاهرة من نسل سَيِّدَيْ شباب أهل الجنة الحسن والحسين عليهما السلام وورد في الأثر عن عبد الله بن مسعود رضي الله عنه: «ما رَأَى الْمُسْلِمُونَ حَسَنـًا فَهُوَ عِنْدَ اللَّهِ حَسَنٌ، وَمَا رَأَوْا سَيِّئًا فَهُوَ عِنْدَ اللَّهِ سَيِّئٌ» رواه الإمام أحمد

      وعليه فإطلاق السيادة على أهل البيت وأولياء الله الصالحين أمر مشروع، بل هو مطلوب شرعًا لما فيه من حسن الأدب معهم والتوقير والإجلال لهم، والنبي صلى الله عليه وآله وسلم يقول: «لَيْسَ مِنَّا مَنْ لَمْ يُجِلَّ كَبِيرَنَا وَيَرْحَمْ صَغِيرَنَا وَيَعْرِفْ لِعَالِمِنَا حَقَّهُ» رواه أحمد والحاكم وصححه عن عبادة بن الصامت رضي الله عنه. والله سبحانه وتعالى أعلم

Sumber : Situs Lembaga Fawa Mesir / دار الإفتاء المصرية
http://www.dar-alifta.org/ViewFatwa.aspx?ID=292

0 komentar:

Posting Komentar